Seluang.id
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
  • Login
No Result
View All Result
  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
SeluangID
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
No Result
View All Result
SeluangID
No Result
View All Result

Berbakti dalam Kebaktian Djawa

SeluangID by SeluangID
26 November 2018
in Our Story
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
Sukarno dan sejumlah tokoh Djawa Hookookai. Sumber: narakata.com
  • Artikel Hasan Aspahani

Tentara Nippon sekarang berada dalam keadaan membentoek Soesoenan Baroe di Azia Timoer. Dan oleh karena itoe Pemetintah Nippon berhadap soepaja rakjat jang insjaf soeka bekerdja bersama-sama dalam soal bahan-bahan dan lain-lain keperloean oentoek mentjapai toedjoean itoe.

Siapa-siapa jang menjemboenjikan bahan-bahan akan dihoekoem berat dan terhadap mereka jang soeka bekerdja bersama-sama dengan Pemerintah Nippon dengan memberikan keterangan tentang bahan jang bergoena oentoek hidoep sehari-hari dan djoega bahan-bahan keperloean militair akan mendapat perhatian jang besar.

[Berita Oemoem, 21 Maart 1942]

***

Tiba-tiba saja tangan kapten polisi Jepang itu melayang ke pipi Sukarno. Inggit berteriak antara kaget dan marah.

“Jangan tampar dia. Ini rumah saya. Saya yang bertanggung jawab. Saya yang lalai tidak mematikan lampu. Ini bukan salahnya!” kata Inggit berdiri dan berteriak lantang di depan si Jepang. Sukarno sementara itu mengelap darah yang mengalir dari bibirnya yang pecah.

Lalai tak mematikan lampu pada malam hari adalah pelanggaran. Waktu itu memang berlaku sebuah aturan bahwa malam hari semua rumah penduduk di Jakarta harus memadamkan lampu. Yang boleh dinyalakan hanya lampu minyak, seperlunya saja. Sukarno malam itu lupa. Lampu yang menyala terang mengundang polisi.

Setelah si penempeleng tadi pergi, Sukarno menelepon Kolonel Nakayama. Kepala Bagian Pemerintahan Gunseikanbu itu lekas meminta maaf. “Kapten itu tidak mengetahui siapa Tuan Sukarno. Segera akan kami ambil tindakan terhadapnya,” kata Nakayama.

Baca juga: Yang Terjadi Setelah Hatta Mundur

Nyatanya, si kapten terus-menerus mengawasi Sukarno dan rumahnya. Terlepas dari soal si kapten Jepang itu tahu atau tidak tahu, nyatanya Sukarno adalah pemimpin Djawa Hookookai, Himpunan Kebaktian Djawa, sebuah wadah baru yang dirancang Jepang untuk memanfaatkan para pemimpin nasional untuk kepentingan mereka, setelah gerakan 3A gagal, dan Poetera berkembang pesat tapi lebih menguntungkan Indonesia.

Banyak tokoh penting bergabung di Djawa Hookookai. Inilah kekuatan Sukarno yang menjadi ketua dan Hatta yang duduk sebagai penasihat, termasuk Soewirjo yang di kalangan pejuang politik waktu itu terkenal sebagai ahli menyusun struktur dan membuat anggaran dasar organisasi.

Mr. Sartono yang resminya duduk di bagian pendidikan, adalah orang yang paling sibuk di kantor itu. Dia seakan tangan kanan Sukarno yang memastikan semua administrasi berjalan lancar. Soediro bergabung untuk mengembangkan organisasi cabang dari Djawa Hookookai, yaitu Barisan Pelopor atau Shuishintai.

Di sini pun Sukarno juga didudukkan sebagai Pemimpin Umum dan mengajak Chaerul Saleh dan Asmara Hadi untuk bergabung. Kemudian juga bergabung Aidit, Lukman, Djohar Noer, Harsono Tjokroaminoto, dan Sarwoko. Barisan Pelopor cepat sekali berkembang dengan sejumlah cabang di beberapa kota. Di Jakarta dr. Muwardi dan Mr. Wilopo menjadi penggeraknya.

Bersama Djawa Hookookai, Sukarno makin sering melakukan tourne, perjalanan keliling Jawa, menemui rakyat. Bagi Jepang ini adalah propadanda untuk kepentingan mereka. Bagi Sukarno ini kesempatan untuk menggelorakan semangat juang rakyat.

Baca juga: Membaca Lekra dan Gerak Politiknya

Soediro menjadi saksi bagaimana lihainya Sukarno mengakali pada pemimpin Jepang. Dalam satu rapat besar, berpidatolah Jenderal Imamura.

Sukarno mendampinginya, mengulangi kata-kata Jenderal Imamura dalam Bahasa Indonesia. Karena tidak mengerti Bahasa Jepang, dan disampaikan dengan datar pidato Jenderal Imamura disambut dingin. Ketika Sukarno menyampaikannya tampak benar gairah dan semangat rakyat menyambutnya. Sorakan dan tepukan bagai tak berhenti.

Sudiro mendampingi Sukarno ke kantor Kempeitai setelah pidato itu. Mereka rupanya curiga Sukarno menerjemahkan pidato Imamura dengan isi yang berbeda.

Di bawah Djawa Hookookai dibentuk banyak wadah lain. Dengan pertimbangan bahwa perlu mengambil kesempatan untuk belajar mengelola organisasi apapun bentuk dan tujuannya, maka banyak pemuda ikut aktif bergabung di sana. Olahraga sangat digalakkan oleh Djawa Hookookai pada masa itu. Ada bagian khusus yang menangani ini.

Aktivitasnya diberi nama Gerakan Latihan Olah Raga yang kemudian mempopulerkan kata Gelora, akronimnya. Pencak silat diajarkan di mana-mana. Banyak permainan tradional dipopulerkan. Ada satu kegiatan yang paling terkenal adalah mengadakan gerak jalan beranting dari Banyuwangi, Kalianget, Merak sampai ke Jakarta.

Baca juga: Sukarno: Pakailah Peci Sebagai Lambang Indonesia Merdeka

Apa yang akan terjadi jika di tengah situasi yang bergairah itu seorang pemimpin nasional dihukum mati oleh Jepang?. Hatta memikirkan itu. Yang sedang menunggu hukuman mati pada saat itu adalah Mr. Amir Sjarifoeddin.

Hatta mengingat apa yang terjadi pada bulan April 1942. Waktu itu seorang mahasiswa hukum dari Semarang datang padanya dengan pesan dari Mr. Amir Sjarifoeddin, bahwa dia sedang bersembunyi karena sedang dicari Kempeitai untuk dibunuh.

Hatta juga mengingat kunjungan terakhir Mr. Amir Sjarifoeddin ke Sukabumi, pembicaraan terakhir mereka, selebaran yang akan dicetak dan uang belanja yang ditinggalkan.

Benarkah dia menggalang kekuatan melawan Jepang untuk kepentingan Belanda? Kalaupun itu benar, toh itu dilakukan untuk Indonesia juga? Karena itu Hatta berkeyaninan bahwa Amir harus diselamatkan. Ia datang menemui Miyoshi.

“Tuan, Kempeitai akan mengeksekusi mati Tuan Amir Sjarifoeddin. Saya kira itu tidak perlu. Dia salah satu pemimpin kami. Saya ingin membawa dia bekerja di kantorku,” kata Hatta.

Baca juga: Surat Sapardi dari Madiun untuk Goenawan Mohamad

“Tapi dia itu agen Belanda yang ditinggalkan di sini untuk menghasut rakyat Indonesia membenci Jepang,” kata Miyoshi.

“Itu tidak akan terjadi kalau dia bekerja untukku,” kata Hatta.

“Tuan Hatta bisa jamin?”

“Ya. Tuan Miyoshi jangan lupa dia dulu pemimpin pergerakan rakyat. Sama seperti saya dan Sukarno. Saya ditangkap, Sukarno ditangkap. Tuan Amir juga dan padanya diberi pilihan, dibuang ke Digoel atau mau bekerja untuk Belanda. Dia memilih bekerja untuk Belanda tapi tidak boleh berpolitik lagi menentang Belanda,” kata Hatta.

Mr. Amir Sjarifoeddin waktu itu masih diperbolehkan menjadi penasihat bagi partai Gerindo. Di mata rakyat dan di mata Belanda, posisinya unik, ia menjadi semacam penghubung.

Miyoshi menerima penjelasan Hatta. Mr. Amir Sjarifoeddin lalu kembali ke Jakarta. Ia tak jadi bergabung ke kantor Hatta tapi diajak oleh Shimizu di gerakan 3A dan membantu badan propaganda Jepang.

Baca juga: “Bagaimana Pidato Mas Tadi, Fat?” Kata Sukarno

Djawa Hookokai. Sumber: Tropen Museum

Seperti pejuang nasionalis lainnya yang bekerja sama dengan Jepang, Mr. Amir Sjarifoeddin tak menghentikan perlawanannya, ia tetap menjalankan misi perjuangan bawah tanahnya dengan dana 25 ribu gulden – ini jumlah yang sangat besar – yang ditinggalkan Belanda.

Dana itu diserahkan oleh Dr. Charles van der Plas, Gubernur untuk wilayah Jawa Timur pada masa Hindia Belanda yang dekat dengan Gubernur Jenderal Van Mook. Amir bisa mengembangkan organisasi perlawanannya terhadap Jepang menjadi besar.

Amir Sjarifoeddin ditangkap Jepang di Surabaya pada awal tahun 1943, bersama 53 orang – umumnya orang-orang yang beraliran anti-fasis dan anggota partai komunis ilegal – yang menjadi penyokong-penyokong pergerakannya. Pembantu-pembantunya itu dihukum tembak.

Sekali lagi Hatta tetap melihat Mr. Amir Sjarifoeddin sebagai bagian dari pemimpin pergerakan yang penting, dan ia merasa perlu menolongnya. Mr. Amir Sjarifoeddin ditahan di penjara Malang dan sejak itulah hanya menunggu waktu untuk ditembak mati.

Bagi Soekarni dan lain-lain, Amir Sjarifoeddin adalah guru, di sekolah Perguruan Rakyat. Ia mengajar Bahasa Inggris, sebelum akhirnya dilarang mengajar oleh Belanda, karena dianggap berbahaya sebab menularkan benih-benih perlawanan di dalam diri murid-muridnya.

Salah satu muridnya ya Soekarni itu, yang karena aktivitasnya di perkumpulan pelajar, menjadi radikal, sehingga harus membagi waktu antara belajar di sekolah dan ditahan di penjara di Percetakan Negara, di daerah Rawasari.

[Penulis adalah mantan wartawan. Kini bermukim di Jakarta. Giat menulis puisi dan sedang mendalami penulisan naskah film. Tukang gambar yang rajin berkeliling Jakarta]

Artikel “Berbakti dalam Kebaktian Djawa” merupakan konten kolaborasi dengan narakata.com, konten serupa bisa dilihat di sini

SeluangID

SeluangID

Related Posts

Catatan dari Lokasi Banjir di Pamanukan

by SeluangID
11 Februari 2021
0

Banjir di Pamanukan. Foto: Bayu Gawtama / Sekolah Relawan Penulis : Bayu Gawtama Ini memang harus dituliskan agar masyarakat...

Chanee Kalaweit dan Kisah Pelestarian Satwa Liar

by SeluangID
22 Januari 2021
0

Chanee Kalaweit mendedikasikan hidupnya untuk kelestarian Owa. Sumber Foto : greeners.co Penulis : Linda Christanty Andaikata saya kembali ke...

Kado 2021 Jokowi untuk Masyarakat Adat

by SeluangID
9 Januari 2021
0

Acara penyerahan SK Pengelolaan Hutan Adat, Perhutanan Sosial dan TORA di Istana Negara, Kamis, 7 Januari 2021. Foto: BPMI...

Next Post
Pasukan berpakaian putih dan merah yang ditugaskan untuk menjaga Parigi Pusaka, saat prosesi adat berlangsung. Foto:  Nurdin Tubaka / Mongabay Indonesia.

Tradisi Menjaga Sumber Air di Lonthoir

ilustrasi: DPH / seluang.id

Setelah Zakki dan Kresna, Siapa Lagi?

Upacara Kebo Ketan di Kota Ngawi, Jawa Timur ini memberi pesan persatuan yang sangat dalam. Foto: dokumentasi pribadi

Kebo Ketan, Upaya Menjaga Nusantara

Discussion about this post

Story Populer

  • Naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikoleksi wartawan B.M Diah. Sumber foto: Wikipedia

    Coretan-coretan Sukarno pada Teks Proklamasi itu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Proklamasi, Kenapa Pindah dari Ikada ke Pegangsaan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Telepon Nasution dan Sarwo Edhie Setelah Pranoto Dibebaskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kami Mengukur Curah Hujan untuk Menanam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saya Tidak Panik. Saya Mengisolasi 14 Hari

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Kami tak Ingin Lingkungan Ini Rusak,” kata Yanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seni dan Virtual, Antara Eksperimen dan Eksplorasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
# # #
SeluangID

Kami ingin menyajikan berita melalui cerita. Mimpi sederhana kami: mengisahkan kebenaran - walau itu kecil - ke banyak orang. Karena Dunia Butuh Cerita.

  • Amatan & Opini
  • Art
  • Catatan Redaksi
  • Kota Hujan
  • Landscape
  • Obituari
  • Our Story
  • Review

Follow Us

We’d like to hear from you!

Hubungi Kami di : [email protected]

Ikramina Residence Blok E No 1 RT 004/007 Desa Bojong, Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat, 16310

  • About Seluang
  • Beranda
  • Pedoman Media Siber

© 2021 Design by Seluang Institute

  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
No Result
View All Result

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In