Seluang.id
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
  • Login
No Result
View All Result
  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
SeluangID
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
No Result
View All Result
SeluangID
No Result
View All Result

Gelandangan dan Momok

SeluangID by SeluangID
16 Mei 2019
in Review
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
Foto buku dan bunga diambil oleh Shinta Maharani
  • Artikel Shinta Maharani
  • Bartleby terbaring meringkuk di dekat dinding dengan lutut menekuk, dengan kepala menyentuh batu yang dingin. Tak ada bagian tubuhnya yang bergerak.

    Aku berhenti sebentar, lalu mendekatinya membungkuk dan melihat matanya yang terbuka.

    Andaikan matanya tertutup, mungkin ia akan tampak tidur begitu nyenyak. Dia hidup tanpa makan dan kemudian menutup matanya.

    Baca juga : Amazon dan Orang-orang yang Kalah

    Herman Melville, pengarang Amerika Serikat mengakhiri cerita pendeknya: Bartleby Si Juru Tulis. Bartleby di Wall Street, jantung uang New York, Amerika Serikat. Tempat para pialang saham bersaing di pinggiran kota Manhattan. Surga para kapitalis yang tak pernah sepi.

    Sepanjang cerita, Bartleby menjadi tokoh yang keras kepala. Dia selalu membuat jengkel pengacara yang menjadi bosnya. Bartleby seorang pemuda yang pucat dan mengundang iba. Dia jenis orang yang kalem dan berkepala dingin.

    Sebagai juru tulis pendiam dan senang mengurung diri, Bartleby menikmati pekerjaannya menyalin dokumen. Ia sama sekali tak beristirahat menulis.

    Semalaman penuh dan dengan bantuan cahaya matahari di kala siang dan lilin di saat hari gelap. Wajahnya pucat bagai mesin dan ia tak berkata-kata.

    Suatu hari sang pengacara meminta Bartleby untuk membantunya memeriksa dokumen. Tapi, Bartleby menolak “Saya tak mau,” kata dia.

    Si pengacara mengulang lagi perintahnya dan Bartleby bersikukuh menolak. Hari-hari pengacara dan Bartleby diwarnai ketegangan. Bartleby selalu menolak perintah si bos.

    Bartleby yang tenang dan dingin terus saja bekerja di dalam ruangannya. Tak mau keluar dari pertapaannya. Si pengacara tak tahu harus berbuat apa lagi. Hingga suatu hari dia mengusir Bartleby dan dia tidak mau pergi dari ruangannya.

    Pengacara sangat jengkel dengan sikap Bartleby yang sekeras batu. Tapi, ia juga kasihan pada Bartleby yang malang.

    Bartleby tak mau pergi dari kantor itu. Rekan-rekan pengacara yang datang ke sana tak mampu menyuruh Bartleby melakukan keinginan mereka. Bartleby jadi momok dan setan.

    Baca juga : Anna Karenina dan Tolstoy yang Anarkis

    Pengacara kehilangan akal. Mau lapor polisi tapi ia kasihan karena di penjara Bartleby akan menjemput kesuraman. Keputusan akhirnya pengacara ambil dengan cara dia pindah meninggalkan kantor itu.

    Si pengacara mengosongkan kantor. Semua perabot dibawa. Bartleby tak merespon, ia tetap berdiri di balik sekat biliknya yang akan dibongkar.

    Dia mengucapkan selamat tinggal kepada Bartleby. Sepekan kemudian ia datang ke kantor lamanya. Bartleby tetap berada di gedung di Wall Street.

    Dia duduk di pegangan tangga di siang hari dan tidur di pintu masuk di malam hari. Dia tak mau beranjak meski diusir berkali-kali. “Saya suka diam tak bergerak,” kata Bartleby.

    Hingga suatu hari, pemilik baru kantor lama pengacara memberi tahu kalau dia melaporkan Bartleby ke polisi sebagai gelandangan.

    Si juru tulis tak melawan ketika digiring polisi. Beberapa pejalan kaki iba terhadap Bartleby. Dia berjalan tenang melewati panas dan riuh jalanan.

    Di penjara dia tak mau menyentuh makanan. Ia senang menyendiri di lapangan kompleks penjara dengan dinding tinggi yang mengelilingi. Tak semua tahanan boleh ke lapangan.

    Bartleby menghembuskan napasnya di lapangan yang senyap. Pemakamannya sepi.

    Baca juga : Dostoevsky, Peracau Bermantel Lusuh

    Setelah membaca cerpen ini ingatan saya terlintas saat saya melintasi jalanan tengah malam hingga subuh. Melihat gelandangan di pasar-pasar, tidur di emperan toko-toko. Mereka melawan dinginnya malam, serbuan nyamuk, dan tikus yang mondar mandir.

    Seperti Bartleby, nestapa menyusup di antara gemerlap bintang dan kerlap kerlip lampu kota. Untuk perempuan yang menjulurkan tubuhnya di emperan penjual kembang mawar-melati tengah malam: selamat tidur.

    [Sumber tulisan bermula dari sini]

    Shinta Maharani, wartawan, penikmat seni dan pembaca buku setia. Tinggal di Jogja

    SeluangID

    SeluangID

    Related Posts

    Cara Orang Jawa Menikmati Hidup

    by SeluangID
    8 Februari 2021
    0

    Sumber foto : @klubgrathile Penulis : Fahmi Mubarok Berani Goblog pada Sabtu, 30 Januari 2021 mendiskusikan buku berjudul ngudud,...

    Buku William Faulkner. Sumber: Facebook Shinta Maharani

    Kemalangan Faulkner

    by SeluangID
    26 November 2019
    0

    Buku William Faulkner. Sumber: Facebook Shinta Maharani Artikel Shinta Maharani Seorang perempuan kesepian, sendiri bersama...

    JFK, eksperimental pop bersaudara yang siap meluncur dengan album perdana. Foto : dok.JFK

    Running Late, Karya Perdana Risakotta Bersaudara

    by SeluangID
    13 Oktober 2019
    0

    JFK, eksperimental pop bersaudara yang siap meluncur dengan album perdana. Foto : dok.JFK  Artikel : Anggitane...

    Next Post
    Bangunan tua di Plivitce Lakers. Foto: Benny Arnas

    Bab Terakhir dari Ketegangan di Plivitce

    Utji K. Fauzia, perwakilan dari Paduan Suara Dialita saat menerima penghargaan Special Gwangju Prize for Human Right di Korea Selatan.

    Paduan Suara Dialita Terima Special Gwangju Prize for Human Right

    Kolaborasi Distorsi Akustik dan Ressa Lawang Sewu dalam “Peringatan Arina”. Foto : Akhmad Ikhsan

    Pesan Peringatan Post Grunge Distorsi Akustik

    Discussion about this post

    Story Populer

    • Pembacaan Proklamasi kemerdekaan RI oleh Sukarno di Pegangsaan. Sumber foto: Wikipedia

      Proklamasi, Kenapa Pindah dari Ikada ke Pegangsaan?

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Coretan-coretan Sukarno pada Teks Proklamasi itu

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Telepon Nasution dan Sarwo Edhie Setelah Pranoto Dibebaskan

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Cara Orang Jawa Menikmati Hidup

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Banjir di Jantung Kalimantan

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Seni dan Virtual, Antara Eksperimen dan Eksplorasi

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Kami Mengukur Curah Hujan untuk Menanam

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    # # #
    SeluangID

    Kami ingin menyajikan berita melalui cerita. Mimpi sederhana kami: mengisahkan kebenaran - walau itu kecil - ke banyak orang. Karena Dunia Butuh Cerita.

    • Amatan & Opini
    • Art
    • Catatan Redaksi
    • Kota Hujan
    • Landscape
    • Obituari
    • Our Story
    • Review

    Follow Us

    We’d like to hear from you!

    Hubungi Kami di : [email protected]

    Ikramina Residence Blok E No 1 RT 004/007 Desa Bojong, Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat, 16310

    • About Seluang
    • Beranda
    • Pedoman Media Siber

    © 2021 Design by Seluang Institute

    • Landscape
    • Our Story
    • Art
    • Amatan & Opini
    No Result
    View All Result

    Welcome Back!

    Login to your account below

    Forgotten Password?

    Create New Account!

    Fill the forms below to register

    All fields are required. Log In

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In