
Penulis : Dony P. Herwanto
[KotaHujan – Bogor] Saya adalah satu di antara 10 juta pengikut fanspage FaceBook Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang pada 7 Januari 2021 membaca pernyataan orang nomor satu di Indonesia itu terkait penyerahan 2.929 Surat Keputusan (SK) pengelolaan Hutan Adat, Hutan Sosial dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di seluruh Indonesia.
Dalam laman tersebut, tertulis – meski bukan Presiden Jokowi sendiri yang menulis – penyerahan SK ini bagian dari kebijakan redistribusi aset dan reforma agraria yang sudah dijalankan selama kurun 5 tahun terakhir.
Tujuannya, masih dalam laman itu, untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan menjadi salah satu jawaban bagi banyaknya sengketa agraria.
Kado awal tahun yang indah bagi Masyarakat Adat, umumnya masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidup di hutan dan lahan-lahan produktif yang rentan konflik agraria.
Menyikapi kabar baik itu, sejumlah akun resmi media sosial Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mendampingi Masyarakat Adat, memberikan ucapan selamat atas perjuangan masyarakat adat selama ini.
Salah satunya ditujukan kepada Kasepuhan Cibarani, yang terletak di Desa Cibarani, Kecamatan Cirinten, Lebak, Banten.
Kasepuhan Cibarani adalah satu dari 35 penerima Surat Keputusan (SK) Hutan Adat yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kamis, 7 Januari 2021 di Istana Negara. Masyarakat Adat Kasepuhan Cibarani kini bisa mengelola, mengolah hutan adatnya dengan tenang.
Proses pengajuan hutan adat Kasepuhan Cibarani sudah dilakukan sejak 5 November 2018. Abah Dulhani sebagai Ketua Adat Kasepuhan Cibarani langsung menemui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Nurbaya di Manggala Wanabakti, Jakarta.
Abah Dulhani mengajukan kawasan hutan menjadi Hutan Adat adalah kawasan yang berfungsi sebagai Hutan Produksi yang saat itu dikelola oleh Perum Perhutani. Langkah untuk pengelolaan Hutan Adat pun tidak berhenti sampai di situ.
Pada 31 Juli 2019, berdasar informasi dari Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Tim Verifikasi dan Validasi Hutan Adat Kasepuhan Cibarani melakukan proses verifikasi dan validasi subjek dan objek pengajuan Hutan Adat secara serentak di tiga lokasi, Balai Serba Guna Kasepuhan Cibarani, Batas Kasepuhan Cibarani-Baduy di Kampung Sukawaris dan Blok Gunung Liman di Kampung Pasir Sempur.
Sebagai informasi, wilayah Adat Kasepuhan Cibarani meliputi hampir seluruh Desa Cibarani yang terdiri dari 10 Kampung dengan luasan kurang lebih 1.200 Hektar. Abah Dulhani kini bisa bernafas lega. Apa yang dia kerjakan bersama warga dan tim pendamping tidak sia-sia.
Proses panjang itu ditutup dengan pemberian SK Hutan Adat oleh Presiden Jokowi. Artinya, warga Kasepuhan Cibarani bisa mengelola dan mengolah Hutan Adat tanpa rasa was-was dan takut lagi.
Dalam akun media sosial resmi milik Abdon Nababan, Wakil Ketua Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) Region Sumatera mencatat perkembangan implementasi Putusan MK no. 35/2012 sejak 2016. Abdon menulis, total penetapan Hutan Adat selama 5 tahun berjalan adalah 56.900 hektar meliputi 75 komunitas adat.
“Masih sangat kecil dibandingkan target Pemerintah seluas 6,53 juta hektare. Rata-rata per tahun, luas penetapan Hutan Adat hanya 11 ribu hektare,” tulis Abdon.
Memang masih jauh dari target, tetapi garis bawah kecilnya, ada satu upaya khusus terhadap redistribusi aset melalui program Reforma Agraria yang dilakukan pemerintah yang tidak bisa kita pungkiri.
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi mengatakan, Pemerintah akan terus mendorong redistribusi aset, baik melalui kebijakan Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria.
Dalam acara yang diikuti secara faktual dan virtual itu, Presiden Jokowi menyerahkan SK Perhutanan Sosial seluruh Indonesia sebanyak 2.929 SK, seluas 3.442.460,20 Ha bagi 651.568 Kepala Keluarga.
Untuk Hutan Adat diserahkan sebanyak 35 SK, seluas 37.526 Ha. Presiden Jokowi juga menyerahkan SK Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) sebanyak 58 SK seluas 72.074,81 Ha, untuk 17 provinsi.
“Saya tidak ingin hanya sekadar membagi-bagikan SK. Hal ini akan saya ikuti dan pantau terus untuk memastikan lahan tersebut betul-betul dipakai untuk kegiatan produktif dan ramah lingkungan, terus dikembangkan sehingga memberikan manfaat yang besar bagi ekonomi masyarakat,” ujar Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi menjelaskan, masyarakat dapat menanam tanaman produktif dan memiliki nilai ekonomi, disesuaikan dengan daerahnya masing-masing.
Pola-pola bisnis yang bisa dipakai diantaranya agroforestri, ekowisata, agrosilvopastura, bio energi, hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan industri kayu rakyat.
Selain itu, Presiden Jokowi meminta kelompok usaha perhutanan sosial ini dibantu untuk akses permodalan, terutama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain permodalan, kepada Pemerintah Daerah agar kelompok usaha perhutanan sosial ini diberikan pendampingan, baik manajemen maupun teknologinya.

Dalam laporannya, Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan, sampai Desember 2020 Pemerintah sudah menerbitkan SK Perhutanan Sosial seluas 4.417.937,72 hektar, dengan jumlah SK Izin/ Hak sebanyak 6.798 Unit SK bagi 895.769 Kepala Keluarga.
Sementara itu, penyediaan kawasan hutan untuk sumber TORA seluas lebih kurang 2.768.362 Ha. Pelepasan kawasan hutan melalui perubahan batas untuk sumber TORA telah diselesaikan 68 SK pada 19 provinsi seluas 89.961,36 Ha dengan 39.584 penerima.
Khusus untuk Hutan Adat yang merupakan bagian dari Perhutanan Sosial, saat ini telah ditetapkan sebanyak 56.903 ha dengan jumlah SK sebanyak 75 unit bagi masyarakat sejumlah 39.371 Kepala Keluarga serta Wilayah Indikatif Hutan Adat seluas 1.090.754 Ha.
Menurut Menteri Siti, Perhutanan Sosial merupakan bagian dari penyelesaian persoalan yang ada, selain kebijakan tentang pemukiman dalam Kawasan hutan dan kebijakan untuk tata kelola Perhutani.
Lebih lanjut, Menteri Siti mengatakan, tahun 2021 akan dilakukan percepatan penyelesaian masalah-masalah dan konflik dalam kawasan hutan, persoalan pemukiman dalam kawasan hutan dan penyelesaian masalah-masalah hutan di wilayah padat penduduk seperti Jawa, Lampung, Bali dan provinsi padat penduduk lainnya.
“Semua itu sudah ada cantolan rambu-rambunya di dalam UU Nomor 11 Tahun 2020, UUCK,” terang Menteri Siti.
Discussion about this post