Seseorang pasti telah memfitnah Josef K, sebab pada suatu pagi ia ditangkap tanpa pernah melakukan kejahatan.
- Artikel Shinta Maharani
Kalimat pembuka Proses, judul novel yang ditulis Franz Kafka tahun 1914 sama ‘gilanya’ dengan pengantarnya di Metamorfosis. Gregor Samsa pada suatu pagi terbangun dari mimpi buruknya, didapati dirinya di ranjang sudah berubah menjadi kecoa raksasa.
Proses atau The Trial memang tak semonumental Metamorfosis. Tapi, cukup menggangu pikiran. Ya, Kafka menyenggol akal sehat seperti yang dia gambarkan dalam novelnya. Josef K, tokoh dalam karyanya sangat ngeyel. Di apartemen yang ia sewa dari perempuan tua (Frau Grubach), K tiba-tiba didatangi dua lelaki berpakain hitam. K dipaksa untuk menjadi penjahat di kamarnya. Dia mengolok dua petugas rendahan itu sebagai orang yang cocok bertamasya. Baju mereka dilengkapi lipatan,saku,ikatan kancing, dan ikat pinggang.
Menyedihkan sekali K. Seorang petugas yang mengawasinya melahap sarapannya. Apa bedanya petugas itu dengan pencuri.
K tidak terima dituduh berbuat jahat tanpa alasan yang jelas. Doi ngotot minta surat tugas resmi atas penyergapannya. Bahkan dia minta ketemu sama atasannya yang menyuruh mereka.
Eh atasan mereka kemudian datang mengacak-acak ruangan Fraulien Burstner, kamar tetangga satu apartemen dengan K. Fraulien Burstner, perempuan gebetannya K.
Si mandor petugas menginterogasi K di depan meja. Dia menyilangkang kaki di hadapan K. Menyebalkan bukan. Di rumah sewanya sendiri, K dihakimi dituduh macam-macam. Padahal, mereka yang menggerebek nggak bisa menjelaskan apa kesalahan K.
Tanpa tau kelakuan buruk apa yang K lakukan, ia dipaksa mengikuti serangkaian proses hukum panjang dan melelahkan. Untuk menuju ruang sidang pengadilan aja susahnya minta ampun. Dia mesti berkeliling mencari ruangannya di labirin-labirin. Kondisinya menyedihkan. Kotor dan sempit. K bahkan kesulitan bernapas.
Namanya aja K, si keras kepala. Dia bersikukuh dan ikuti semua proses pengadilan. Eh, dia melihat ulah bobrok petugas pengadilan dan hakim-hakim penuh nafsu buas. Mirip kan dengan yang situasi hakim-hakim korup di Indonesia. Kisahnya universal dan relevan sepanjang zaman.
Di pengadilan, K diteriaki dan disoraki orang-orang yang menontonya. Mereka itu sengaja dibayar untuk bertepuk tangan saat K di ruang pesakitan.
Setahun K berjibaku dengan riwehnya proses hukum. Repot sekali. Dia nggak ditahan di penjara. K boleh menjalani aktivitasnya sebagai pegawai bank.
Bisakah K menjalin kisah asmara selama menjalani proses hukum yang rumit? Ya tentu saja bisa. Dia terlibat percintaan dengan perempuan-perempuan kelas pekerja. Perempuan penjaga bar, tukang cuci hingga pelayan pengacara.
Pada malam sebelum K berulang tahun yang ke-31, saat itu menjelang pukul 9 malam, jalanan sudah sepi. Dua laki-laki mendatangi apartemennya. Mereka memakai mantel panjang, pucat, dan gemuk. Keduanya menggiring K, tentu saja mengapit K hingga dia kesulitan melawan.
Dalam situasi terdesak, K masih saja berkelakar. “Mereka ingin menyingkirkanku dengan cara murahan”,kata K. Dia berpaling dan bertanya kepada mereka. Di teater mana anda bermain?
Duo lelaki menuntun K ke permukaan bebatuan besar. Mereka merebahkan kepala K. Seorang dari mereka mengeluarkan sebilah pisau daging mengkilat, mengangkat ke arah cahaya untuk memastikan ketajamannya.
K benar-benar tak bisa menyelamatkan dirinya. Tak jauh dari tempat K ada rumah. Daun jendelanya terbuka dan tampak samar seseorang. Siapakah dia? Apakah dia orang yang ingin membantu? Apakah dia peduli?
Tangan seorang laki-laki mencengkeram leher K. Laki-laki lainnya menghujamkan pisau ke jantung K. Pandangan K kabur dan dia melihat mereka saat penghabisan. “Seperti seekor anjing”, seru K.
Kisah “Proses” seperti kisah yang dibikin menggantung oleh penulis eksentrik ini. Dia begitu rumit, muram, dan awut-awutan.
Kalau saja dia masih hidup dan berkesempatan bertemu, saya akan mengumpati dia sebagai sastrawan menyebalkan karena menikam otak. Sayang, dia pergi begitu cepat di usia 41. Kafka meninggal pada 3 Juni 1924.
Ia sastrawan dengan kisah-kisah gelap, kesepian, kecemasan, terkucil, dan terasing. Kafka, Yahudi asal Ceko yang suka menyendiri. Mati karena TBC. Ia berwasiat kepada sahabatnya agar karya-karyanya dibakar.
Jika esok pagi saya berubah menjadi lalat raksasa, maka aku ingin menemani Gregor Samsa yang berubah menjadi serangga jumbo.
Shinta Maharani, wartawan, penikmat seni dan pembaca buku setia. Tinggal di Jogja
Discussion about this post