Seluang.id
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
  • Login
No Result
View All Result
  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
SeluangID
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
No Result
View All Result
SeluangID
No Result
View All Result

Kesungguhan Syamsuar Menjaga Leuser

Kotahujan News & Story by Kotahujan News & Story
23 April 2019
in Kota Hujan
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
Syamsuar yang telah 26 tahun berkiprah dalam konservasi hutan Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
  • Artikel Junaidi Hanafiah
  • Syamsuar dengan cekatan mengatur kemudi perahu kayu ketika menyusuri Sungai Alas – Singkil. Perahu dengan mesin tempel 15 PK itu tidak mudah dikendalikan, terlebih, bila daerah aliran sungai [DAS] terpanjang di Aceh itu banjir, akan banyak sampah kayu bertebaran. Jika tidak hati-hati, perahu bisa dihantam kayu hanyut tersebut dan perjalanannya menuju Suaka Margasatwa Rawa Singkil bakal gagal.

    Perjalanan penuh rintangan ini nyatanya bukan hal sulit bagi Syamsuar. Mengarungi Sungai Lembang sebagai jalur transportasi ke Stasiun Penelitian Suaq Belimbing di Kecamatan Kluet Selatan, Kabupaten Aceh Selatan, jauh lebih berat. Sungainya sempit, arus kuat, banyak pohon tumbang, sehingga harus ekstra hati-hati.

    Warga Pasie Lembang, Kecamatan Kluet Selatan ini, sejak kecil memang akrab dengan sungai, laut, dan hutan. Pasie Lembang merupakan desa di Kabupaten Aceh Selatan yang letaknya di pinggir Rawa Kluet, dibatasi Samudera Hindia.

    Jabatan Syamsuar di Forum Konservasi Leuser [FKL] bukan nakhoda perahu. Dia Senior Advisor. Mengemudi perahu seperti bagian hidupnya. “Mungkin karena tidak pekerja keras, badannya tidak pernah gemuk,” ujar Rahimah, istri Bang Sam, biasa dipanggil.

    Baca juga : Bunin, Mutiara Terpendam di Kaki Leuser

    Bagi masyarakat sekitar atau pegiat lingkungan yang bekerja di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL], nama Syamsuar begitu familiar. Lelaki kelahiran 10 April 1968 ini, dihormati karena keahliannya sebagai yang mengerti sejumlah tumbuhan dan satwa serta ahli navigasi.

    Dedi Yansyah, Koordinator Perlindungan Satwa Liar FKL, mengaku banyak mendapatkan ilmu dari Syamsuar yang pernah mendampinginya penelitian tugas akhir di Fakultas MIPA Biologi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

    “Saat itu, penelitian saya tentang gajah sumatera liar di Sikundur yang juga bagian Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL] di Langkat, Sumatera Utara. Bang Sam bukan hanya mendampingi, tapi juga guru lapangan saya,” ujarnya.

    Penjaga Leuser

    Ayah tiga anak ini “terjerumus” ke dunia konservasi berawal sebagai tukang masak di Stasiun Penelitian Suaq Belimbing, di Rawa Kluet, sekitar tiga jam berperahu mesin. Saat itu, akhir 1992, wilayah yang memiliki orangutan sumatera terpadat tersebut dikelola Wildlife Conservation Society [WCS].

    “Waktu itu saya diber honor Rp75.000, setiap bulan. Banyak kawan menertawakan, karena jika saya berjualan semangka bisa mendapat Rp1,5 juta setiap dua minggu,” ujarnya.

    Nyatanya, Syamsuar bukan tukang masak biasa. Rasa ingin tahu yang tinggi, membuatnya terlibat penelitian, bahkan menjadi asisten fenologi. “Saya memanfaatkan waktu senggang, membantu riset,” sambungnya.

    Baca juga : Amirah Telah Pergi Selamanya

    Pada 1993, Syamsuar menjadi asisten peneliti orangutan sumatera dari Duke University, perguruan tinggi di Amerika Serikat, yang melakukan riset. “Saya pernah mendampingi peneliti terkenal, Carel van Schaik. Saya mendampingi dia sejak menyelesaikan tugas akhir doktor hingga profesor,” ujarnya.

    Tahun 1997, Syamsuar pindah menjadi juru mudi perahu di Stasiun Penelitian Soraya, Kota Subulussalam, Aceh. Saat itu, stasiun dibuka Unit Manajemen Leuser [UML]. Di waktu kosong, dia pun memanfaatkan waktunya membantu riset, hingga akhirnya dia pada 1999-2003 dipercaya menjadi manajer Stasiun Suaq Belimbing yang telah dikelola UML.

    Bekerja di stasiun penelitian yang letaknya di hutan Aceh saat konflik bersenjata, bukan urusan mudah. “Saya pernah ditahan di pos TNI karena dituduh anggota Gerakan Aceh Merdeka [GAM], padahal tidak pernah terlibat. Cita-cita saya hanya ingin hutan Rawa Kluet lestari, tidak dirusak,” ujarnya.

    Namun, keinginannya untuk menjaga hutan Rawa Kluet yang masuk KEL dengan memperbanyak penelitian tidak terwujud. Pada 2003, bersama anggota tim, dia harus angkat kaki karena stasiun ini dibakar orang tidak dikenal.

    “Saat itu konflik bersenjata sedang panas, termasuk di Kabupaten Aceh Selatan. Bangunan Stasiun Suaq Belimbing menjadi tempat orang tidak dikenal melepaskan amarah,” kenangnya. Syamsuar dipindahkan oleh Unit Manajemen Leuser ke Stasiun Penelitian Sikundur, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, hingga 2005.

    Setelah Aceh damai, Yayasan Leuser International [YLI] membuka kembali Stasiun Suaq Belimbing dan Syamsuar ditugaskan sebagai manager camp.

    “Setelah konflik bersenjata selesai, tidak ada petugas yang tinggal di pinggir hutan Rawa Kluet, kegiatan ilegal terjadi. Banyak masyarakat menebang kayu, bahkan berburu satwa. Kalau hutan Kluet atau KEL hancur, semua kehidupan termasuk kita, akan rusak. Menjaga Leuser berarti menjaga Bumi dari kerusakan,” ujarnya.

    Baca juga : Menjaga Percik Api Kanaga

    KEL merupakan kawasan penting yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Luasnya yang 2,6 juta hektar membentang luas di Aceh [2,25 juta hektar] dan Sumatera Utara. Kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional ini mampu mendukung kehidupan sekitar empat juta orang yang berada di sekitarnya.

    Secara keseluruhan, KEL berperan besar sebagai pengatur air, pelindung bencana ekologis, serta sebagai sumber ekonomi penting bagi masyarakat sekitar dari hasil hutan non-kayu. Berdasarkan penelitian Pieter van Beukering (2002), KEL memberikan jasa ekologi luar biasa bagi masyarakat sekitar. Selain itu, KEL merupakan benteng terakhir bagi kehidupan badak, harimau, gajah, dan orangutan sumatera.

    Kini, Syamsuar bergabung di FKL, forum yang dibentuk setelah dibubarkannya Badan Pengelolaan Kawasan Eksosistem Leuser [BPKEL] pada 2012 oleh Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, saat itu. “Siapapun yang ingin berbuat baik menjaga hutan KEL, adalah saudara saya. Silakan datang,” ujarnya.

    Perjuangan Syamsuar menyelamatkan KEL mendapat apresiasi dari lembaga luar negeri. Rainforest Trust pada 18 Februari 2019, memberikan penghargaan “Conservation Guardian” atas komitmennya menjaga hutan Leuser selama 26 tahun.

    “His colleagues on the frontline nickname Syamsuar “The Professor” because of his vast knowledge on different plants across the Leuser Ecosystem and their relationship with wildlife and humans,” bentuk penghargaan yang diberikan untuk Bang Sam.

    Selamat Hari Bumi 2019

    [penulis adalah kontributor Mongabay Indonesia di Aceh]

    Artikel “Kesungguhan Syamsuar Menjaga Leuser” merupakan konten kolaborasi dengan Mongabay Indonesia. Konten serupa bisa dilihat di sini

    Kotahujan News & Story

    Kotahujan News & Story

    Related Posts

    63 Persen Kekerasan Berbasis Gender Terjadi di Tengah Pandemi

    by Kotahujan News & Story
    10 Februari 2021
    0

    Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay Penulis : Dony P. Herwanto Konsultan Isu Gender, Tunggal Pawestri mengatakan,...

    Ini Cara Kita Memuliakan Penyintas Bencana

    by Kotahujan News & Story
    23 Januari 2021
    0

    Sejumlah perempuan tengah memilah pakaian untuk penyintas bencana. Sumber Foto : Facebook Bayu Gawtama | Sekolah Relawan Penulis :...

    Saling Bantu untuk Gempa Majene

    by Kotahujan News & Story
    16 Januari 2021
    0

    Suasana di salah satu tenda pengungsiang di Majene. Foto : Bayu Gawtama / Sekolah Relawan Penulis : Dony P....

    Next Post
    Benny Arnas. Dokumentasi Pribadi.

    Salah Kereta, Nyaris Membeku di Slezthal

    Suasana pelatihan singkat dengan studi khusus bertema 'Dinamika struktur penguasaan sumber-sumber agraria'. Diisi oleh Adi D. Bahri. Sumber foto: Sajogyo Institute

    Membedah Ketimpangan Agraria di Indonesia

    PLTU Celukan Bawang, Buleleng, Bali, sebenarnya tidak termasuk dalam RUPTL 2018-2027. Bali sendiri saat ini sudah kelebihan pasokan listrik. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

    Indonesia Siapkan Rencana Pembangunan Rendah Karbon

    Discussion about this post

    Story Populer

    • Naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikoleksi wartawan B.M Diah. Sumber foto: Wikipedia

      Coretan-coretan Sukarno pada Teks Proklamasi itu

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Proklamasi, Kenapa Pindah dari Ikada ke Pegangsaan?

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Telepon Nasution dan Sarwo Edhie Setelah Pranoto Dibebaskan

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Seni dan Virtual, Antara Eksperimen dan Eksplorasi

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Kami Mengukur Curah Hujan untuk Menanam

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Banjir di Jantung Kalimantan

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Saya Tidak Panik. Saya Mengisolasi 14 Hari

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    # # #
    SeluangID

    Kami ingin menyajikan berita melalui cerita. Mimpi sederhana kami: mengisahkan kebenaran - walau itu kecil - ke banyak orang. Karena Dunia Butuh Cerita.

    • Amatan & Opini
    • Art
    • Catatan Redaksi
    • Kota Hujan
    • Landscape
    • Obituari
    • Our Story
    • Review

    Follow Us

    We’d like to hear from you!

    Hubungi Kami di : [email protected]

    Ikramina Residence Blok E No 1 RT 004/007 Desa Bojong, Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat, 16310

    • About Seluang
    • Beranda
    • Pedoman Media Siber

    © 2021 Design by Seluang Institute

    • Landscape
    • Our Story
    • Art
    • Amatan & Opini
    No Result
    View All Result

    Welcome Back!

    Login to your account below

    Forgotten Password?

    Create New Account!

    Fill the forms below to register

    All fields are required. Log In

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In