Seluang.id
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
  • Login
No Result
View All Result
  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
SeluangID
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
No Result
View All Result
SeluangID
No Result
View All Result

Kisah Para Pencari Sampah Jaring Nelayan

SeluangID by SeluangID
30 Agustus 2019
in Our Story
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
Sampah jaring dengan latar belakang kapal nelayan yang terparkir di Muara Kali Maro. Tampak, jaring bekas sudah bersih. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia
  • Artikel Agapitus Batbual

Noken Nanggol, begitu nama kelompok usaha yang digawangi Amurudin Tamala Yolmen ini.

Kelompok ini punya usaha unik, yakni, mengumpulkan sampah-sampah jaring, mencuci dan menjualnya.

Noken Nanggol, diambil dari nama Suku Marind, berarti berusaha kelompok bersama.

Baca juga : Mangrove yang Tidak Pernah Mengkhianati

Beberapa orang menyambut dengan senyum ramah kala saya mengunjungi rumah itu, baru-baru ini.

Mereka merupakan anggota kelompok dan satu keluarga sekitar 20 orang, ditambah beberapa perempuan Suku Asmat.

Kelompok yang didominasi perempuan ini mencari bekas jaring yang banyak tergelantungan di mangrove di sepanjang Kali Maro, Merauke.

Yolmen bercerita, terkadang pencari udang dan ikan di pesisir muara ini membuang jaring hingga tersangkut sana sini, termasuk di mangrove.

Sampah plastik pun biasa menumpuk di jaring ini.

Bahkan, buat membersihkan sampah kadang perlu menebang mangrove terlebih dahulu.

Dia pun khawatir dan meminta warga tak menebang mangrove.

Dia dan kelompoknya pun rajin mengumpulkan sampah jaring demi tak membuat masalah lebih jauh.

Baca juga : Pasar Kaget di Tengah Hutan Belantara Wamena

Setelah jaring bekas mereka kumpulkan, lalu dicuci untuk membersihkan lumpur dan lumut.

Kemudian, ada Yayasan Atsef Lestari, membantu mengatur dengan mencari pembeli.

Setelah jaring bekas bersih, lalu mereka kemas dengan mesin sederhana.

Jaring-jaring ada yang membeli untuk ekspor ke Eropa, seperti Slovenia, Belanda, dan Inggris.

“Rupanya, permintaan jaring bekas ini cukup tinggi di sana,” kata Yolmen.

Jaring bekas ini, katanya, untuk bahan pembuatan keset dan sepatu bola kaki, matras dengan kualitas tinggi.

Kelompok ini, awalnya hanya bermodalkan air untuk mencuci, sikat pakaian, gunting agak besar.

Baca juga : Bersuaralah Senyaringnya, Sekeras-kerasnya

Setelah ada Yayasan Atsef Lestari, mulai bantu mesin sederhana untuk mengemas jala bekas agar mudah dalam pengangkutan.

Kapal kecil dan besar banyak tambat di muara kali di Kelurahan Kamahedoga ini.

Wilayah seluas 491,35 hektar ini sekarang pecah lagi karena penduduk bertambah jadi 1.519 orang dengan rincian, 765 laki-laki dan 754 perempuan.

Mata pencaharian warga, ada yang mencari ikan, udang, usaha kios, tukang ojek dan lain-lain.

Mangrove di sini terbilang padat. Hingga perumahan warga lebih banyak terlindung dari rimbunan mangrove.

Ada yang sudah beton, masih banyak rumah berbentuk kayu penyanggah, beratap daun sagu.

Orang-orang ini, warga asal Suku Tanimbar, Marind, Mappi, Asmat, Bugis dan Makassar, sampai Buton. Mereka sudah lama menempati tempat ini.

Baca juga : Masih Ada Kelompok Nelayan di Kuta Bali

Atsef, bekerja sama dengan pemerintah mengirimkan 10 ton jaring hasil cucian kelompok ini.

Kini, alat transportasi mereka buat mencari jaring hanya satu sepeda motor tua.

Mereka berharap, punya transportasi seperti mobil, hingga memadai dan bisa mencari jaring bekas ke wilayah lebih jauh serta muatan lebih banyak.

Kelompok ini juga belum punya tempat cuci jaring sendiri.

Selama ini, katanya, mereka menumpang gudang milik pengusaha ikan.

Begitu juga mesin cuci, mereka masih pinjam. Mesin itu ada di Pelabuhan Rakyat Gudang Arang.

Baca juga : Sampah Muncar yang tak Kunjung Kelar

Stefani Amapirip, Sekretaris Kelurahan Kamahedoga mengatakan, di kelurahan itu memang ada pegiat cuci jaring yang rata-rata perempuan.

Selain bermanfaat dalam menjaga lingkungan, aksi mereka juga bisa menambah penghasilan.

Dia bilang, mereka mendata potensi dan penduduk yang terjun sebagai pencari jaring bekas.

Data itu, katanya, akan diberikan kepada Pemerintah Merauke, guna melihat berapa besar dana akan dikeluarkan Dinas Kelautan dan Perikanan.

Dia bilang, mereka bisa peroleh dana tetapi perlu pendataan terlebih dahulu, apalagi kelurahan itu baru pemekaran.

“Misal [bantuan] untuk kendaraan roda empat supaya mengangkut jaring dari manapun,” kata Amapirip.

Yoseph Cabe Rembe, Kepala Bidang Tangkap Dinas Perikanan dan Kelautan, Kabupaten Merauke, setuju kelompok ini membuat hal berbeda dengan mencuci jaring buangan nelayan di Gudang Arang.

Maria Kurupat, aktivis perempuan Merauke bilang, sangat mendukung kaum perempuan mencuci jaring bekas.

Baca juga : Mengubah Nasib di Ili Wengot

Dia berharap, kegiatan ini berkelanjutan, bukan proyek semata.

“Jangan proyek coba-coba saja, usai proyek selesai, mereka tak disiapkan,” ujarnya.

Yayasan Atsef, katanya, harus mendampingi kelompok ini terus, setelah kuat baru dilepas.

Para pencuci jaring pun, katanya, harus mendapatkan bayaran layak.

[Penulis adalah Kontributor Mongabay Indonesia. Tinggal di Merauke]

Artikel “Kisah Para Pencari Sampah Jaring Nelayan” merupakan konten kolaborasi dengan Mongabay Indonesia. Konten serupa bisa dilihat di sini

SeluangID

SeluangID

Related Posts

Catatan dari Lokasi Banjir di Pamanukan

by SeluangID
11 Februari 2021
0

Banjir di Pamanukan. Foto: Bayu Gawtama / Sekolah Relawan Penulis : Bayu Gawtama Ini memang harus dituliskan agar masyarakat...

Chanee Kalaweit dan Kisah Pelestarian Satwa Liar

by SeluangID
22 Januari 2021
0

Chanee Kalaweit mendedikasikan hidupnya untuk kelestarian Owa. Sumber Foto : greeners.co Penulis : Linda Christanty Andaikata saya kembali ke...

Kado 2021 Jokowi untuk Masyarakat Adat

by SeluangID
9 Januari 2021
0

Acara penyerahan SK Pengelolaan Hutan Adat, Perhutanan Sosial dan TORA di Istana Negara, Kamis, 7 Januari 2021. Foto: BPMI...

Next Post
Aplikasi GIA Mobile © PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

GIA Mobile Dilengkapi Voice Command dan Virtual Assistant

Red Cherry, Indie Pop Samarinda. Merilis single dan video, suarakan keresahan lingkungan sekitar. Foto : dok. Red Cherry

Narasi Keresahan Red Cherry untuk Lingkungan

Pramoedya Ananta Toer. Sumber foto: salihara.org

Gagasan Pram tentang Pemindahan Ibukota ke Kalimantan

Discussion about this post

Story Populer

  • Pembacaan Proklamasi kemerdekaan RI oleh Sukarno di Pegangsaan. Sumber foto: Wikipedia

    Proklamasi, Kenapa Pindah dari Ikada ke Pegangsaan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Coretan-coretan Sukarno pada Teks Proklamasi itu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Telepon Nasution dan Sarwo Edhie Setelah Pranoto Dibebaskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Kami tak Ingin Lingkungan Ini Rusak,” kata Yanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Cara Orang Jawa Menikmati Hidup

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Banjir di Jantung Kalimantan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kami Mengukur Curah Hujan untuk Menanam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
# # #
SeluangID

Kami ingin menyajikan berita melalui cerita. Mimpi sederhana kami: mengisahkan kebenaran - walau itu kecil - ke banyak orang. Karena Dunia Butuh Cerita.

  • Amatan & Opini
  • Art
  • Catatan Redaksi
  • Kota Hujan
  • Landscape
  • Obituari
  • Our Story
  • Review

Follow Us

We’d like to hear from you!

Hubungi Kami di : [email protected]

Ikramina Residence Blok E No 1 RT 004/007 Desa Bojong, Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat, 16310

  • About Seluang
  • Beranda
  • Pedoman Media Siber

© 2021 Design by Seluang Institute

  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
No Result
View All Result

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In