Seluang.id
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
  • Login
No Result
View All Result
  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
SeluangID
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
No Result
View All Result
SeluangID
No Result
View All Result

Membaca Lekra dan Gerak Politiknya

SeluangID by SeluangID
15 Oktober 2018
in Our Story
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
DN Aidit saat memberikan pidato dihadapan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Sumber: berdikarionline.com
  • Artikel Hasan Aspahani

Sampai pada tahun 1950, kata D.N. Aidit, boleh dibilang Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak memberikan pimpinan kepada perkembangan sastra dan seni revolusioner.

Baru dalam tahun 1950, jadi sesudah revolusi menurun dan sudah banyak orang yang tadi ambil bagian dalam revolusi meninggalkan revolusi atau sedang siap-siap untuk meninggalkan revolusi, kaum komunis tampil memberikan pimpinan pada gerakan kebudayaan rakyat dengan mendirikan Lekra.

Aidit berpidato di hadapan “Konfernas Sastra dan Seni Revolusioner” (KKSR)  di Jakarta, 28 Agustus 1964.

“Di satu pihak ini menunjukkan kesadaran yang datangnya terlambat, tetapi di pihak lain ini adalah hasil pengendapan dan pelajaran selama revolusi Agustus 1945, dan merupakan tekad bulat untuk meneruskan revolusi dengan jalan yang lebih baik, yaitu dengan menyusun front kebudayaan di samping front-front lainnya yang juga mulai digalang atau digalang kembali pada waktu yang bersamaan. Lekra telah memainkan peranan yang penting dalam mencegah kemerosotan lebih lanjut dari gerakan revolusi di negeri kita,” ujar Aidit dalam pidatonya yang pada tahun 2007 dibukukan di bawah judul “Manifesto Kebudayaan Kaum Marxis” (Freedom Press, Yogykarta).

Konfernas tersebut diselenggarakan oleh Comite Central PKI. “Tentu ada apa-apanya! Mustahil CC PKI langsung mengurusi sastra dan seni! Tentu ada udang di balik batu!”kata Aidit.

Itu adalah konferensi sastra dan seni pertama yang diselenggarakan oleh CC PKI sejak didirikan. “…dan sejak PKI dengan sadar memimpin gerakan kebudayaan Rakyat 14 tahun yang lalu, yaitu sejak berdirinya Lekra pada tanggal 17 Agustus 1950,” ujar Aidit.

Menurut Aidit, inisiatif PKI mendirikan Lekra ternyata sangat tepat. “Kita tidak dapat membayangkan betapa isi dan rupa sastra dan seni Indonesia sekarang seandainya tidak ada Lekra,” ujarnya.

Saat itu dalam pidatonya, Aidit menyebutkan Lekra beranggota 500 ribu orang, mereka bukan anggota liar, yang tergabung dalam organisasi massa kebudayaan masing-masing atau terorganisasi dalam Lembaga-Lembaga Sastra dan Seni dari Lekra.

DN Aidit difoto Presiden Sukarno. Sumber: narakata.com

Dan itu, bagi Aidit adalah “…satu perkembangan yang seirama benar dengan derap kemajuan partai kita. Satu prestasi yang membesarkan hati kita, yang membikin iri hati sekutu-sekutu dan membikin risau serta jengkel musuh-musuh kita.”

Konfernas diselenggarakan dalam situasi kejiwaan kaum komunis sedang di atas angin. Aidit memulai pidatonya dengan beberapa fakta yang mengukuhkan betapa suara PKI selalu didengar dan dituruti oleh Presiden Sukarno.

“Sekali PKI menetapkan imperialisme Amerika sebagai musuh besar rakyat Indonesia yang nomor satu dan paling berbahaya, maka satu setengah tahun kemudian seluruh bangsa mengutuk Amerika Serikat,” kata Aidit.

Istilah-istilah yang dilontarkan PKI ke tengah masyaraktat selalu menjadi populer. Kapitalis, tuan tanah birokrat, salah urus, salah duduk, setan desa, setan dunia, “semuanya cepat diterima masyarakat,” kata Aidit.

“Ketika Manikebu muncul, kaum komunis seketika itu juga melawannya dan tidak lama kemudian Manikebu dilarang oleh Presiden Sukarno atas nama Pemerintah, dan tuntutan Rakyat supaya kaum Manikebuis di-retool makin santer dan luas,” ujar Aidit.

Yang menarik pada diri Aidit, sebagaimana tampak dalam pidatonya itu, adalah pengetahuannya yang luas tentang seni, khususnya sastra. Sulit membayangkan pengetahuan seluas itu ada pada pemimpin partai-partai di Indonesia saat ini.  Meskipun demikian ia tetap merendah.

“Kami yang sekarang memegang pucuk pimpinan Partai kita, tidak mempunya pretensi bahwa kami tahu segala. Kalau kami sekarang mempunya pengetahuan dan pengabdian serba sedikit tentang sastra dan seni yang diperlukan, maka hal ini juga berkat bantuan kawan-kawan selama ini,” kata Aidit.

Lekra, dengan demikian, dari pidato itu jelas lahir dari rahim PKI, didirikan oleh tokoh-tokoh PKI dan digunakan untuk kepentingan PKI.

Lantas, bagaimana bisa memisahkan Lekra dari PKI?

[Penulis adalah mantan wartawan. Kini bermukim di Jakarta. Giat menulis puisi dan sedang mendalami penulisan naskah film. Tukang gambar yang rajin berkeliling Jakarta]

Artikel “Membaca Lekra dan Gerak Politiknya” merupakan konten kolaborasi dengan narakata.com, konten serupa bisa dilihat di sini

SeluangID

SeluangID

Related Posts

Catatan dari Lokasi Banjir di Pamanukan

by SeluangID
11 Februari 2021
0

Banjir di Pamanukan. Foto: Bayu Gawtama / Sekolah Relawan Penulis : Bayu Gawtama Ini memang harus dituliskan agar masyarakat...

Chanee Kalaweit dan Kisah Pelestarian Satwa Liar

by SeluangID
22 Januari 2021
0

Chanee Kalaweit mendedikasikan hidupnya untuk kelestarian Owa. Sumber Foto : greeners.co Penulis : Linda Christanty Andaikata saya kembali ke...

Kado 2021 Jokowi untuk Masyarakat Adat

by SeluangID
9 Januari 2021
0

Acara penyerahan SK Pengelolaan Hutan Adat, Perhutanan Sosial dan TORA di Istana Negara, Kamis, 7 Januari 2021. Foto: BPMI...

Next Post
Perubahan iklim dipengaruhi oleh penggunaan energi fosil. Source: eco.business.com

Pembangunan Rendah Karbon untuk Mengerem Perubahan Iklim

Nissa Wargadipura dan anak didik di Pesantren Ath-Thaariq. Foto : FB Nissa Wargadipura

Menekan Hantu Kedaulatan Pangan

Menjaga Percik Api Kanaga

Discussion about this post

Story Populer

  • Pembacaan Proklamasi kemerdekaan RI oleh Sukarno di Pegangsaan. Sumber foto: Wikipedia

    Proklamasi, Kenapa Pindah dari Ikada ke Pegangsaan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Coretan-coretan Sukarno pada Teks Proklamasi itu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Telepon Nasution dan Sarwo Edhie Setelah Pranoto Dibebaskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Kami tak Ingin Lingkungan Ini Rusak,” kata Yanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Cara Orang Jawa Menikmati Hidup

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Banjir di Jantung Kalimantan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kami Mengukur Curah Hujan untuk Menanam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
# # #
SeluangID

Kami ingin menyajikan berita melalui cerita. Mimpi sederhana kami: mengisahkan kebenaran - walau itu kecil - ke banyak orang. Karena Dunia Butuh Cerita.

  • Amatan & Opini
  • Art
  • Catatan Redaksi
  • Kota Hujan
  • Landscape
  • Obituari
  • Our Story
  • Review

Follow Us

We’d like to hear from you!

Hubungi Kami di : [email protected]

Ikramina Residence Blok E No 1 RT 004/007 Desa Bojong, Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat, 16310

  • About Seluang
  • Beranda
  • Pedoman Media Siber

© 2021 Design by Seluang Institute

  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
No Result
View All Result

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In