Seluang.id
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
  • Login
No Result
View All Result
  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
SeluangID
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
No Result
View All Result
SeluangID
No Result
View All Result

Membuka Kotak Pandora Hak Guna Usaha

Kotahujan News & Story by Kotahujan News & Story
27 Maret 2019
in Kota Hujan
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
ilustrasi. Sumber: beritagar.id
  • Artikel Eko Cahyono

Umpan-tarik buka-bukaan kepemilikan tanah hak guna usaha (HGU) menjadi gelombang wacana politik nasional setelah debat kedua calon presiden pada Februari lalu. Mengapa membuka data HGU itu penting? Ada tiga alasan mendasar: (1) sebagai pembongkar ketimpangan struktural agraria; (2) sebagai pembongkar “sulap regulasi” masalah agraria; (3) pemantik inspirasi dan efek domino informasi asimetris.

Salah satu persoalan mendasar masalah agraria di Indonesia adalah ketimpangan struktural (kepemilikan, penguasaan, pemanfaatan, distribusi, dan akses) atas sumber-sumber agraria. Laporan Global Wealth yang dibuat Credit Suisse (2017) menempatkan Indonesia di peringkat ke-4 negara yang kesenjangan ekonominya paling timpang di dunia: 1 persen orang terkaya menguasai 49,3 persen kekayaan nasional.

Dalam empat dekade terakhir, rasio Gini kepemilikan lahan di Indonesia ada pada kisaran 0,50-0,72. Berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistik, pada 2013 rasio Gini itu mencapai 0,68. Artinya, 1 persen penduduk menguasai 68 persen lahan di Indonesia.

Merujuk pada data TuK-Indonesia (2019), tak lebih dari 25 korporasi perkebunan sawit menguasai lebih dari 12,3 juta hektare lahan. Infid dan Oxfam (2017) menunjukkan, akibat ketimpangan ekstrem itu, empat orang terkaya di Indonesia setara dengan 100 juta warga miskin.

Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)-Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) (2018) menegaskan bahwa kuasa oligarki agraria dan sumber daya alam berkelindan dengan perilaku korup penguasa di pemerintahan, terutama yang berhubungan dengan pemilihan kepala daerah.

Baca juga : Potret Masalah Masyarakat Adat

Di tingkat tapak, penguasaan sumber agraria nasional yang korup itu kerap berlumur konflik, kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia, serta diikuti marginalisasi dan penyingkiran masyarakat adat dari ruang hidupnya (Catahu KPA, JATAM, 2018). Persoalan ketimpangan agraria ini tak hanya membahayakan kedaulatan ekonomi negara, tapi juga menjadi ancaman serius bagi keselamatan rakyat dan ruang hidupnya.

Jadi, membuka data HGU adalah awal membongkar akar ketimpangan struktural agraria. Keterbukaan ini juga akan membantu menganalisis akar masalah dari pemiskinan struktural rakyat yang berkaitan erat dengan penyempitan kepemilikan, penguasaan, dan akses atas tanah.

Keterbukaan HGU juga menjadi pemantik pentingnya membongkar persoalan bentang kompleks “sulap regulasi” persoalan agraria dan sumber daya alam. Rezim perizinan atas tanah dan sumber agraria telah lama tersandera oleh kekuatan-kekuatan di luar negara. Mereka menguasai kekayaan sumber daya alam nasional dengan memproduksi pseudo-legal sehingga di permukaan tampak sah dan legal.

Korporasi besar di perkebunan, pertambangan, dan kehutanan, misalnya, dengan mudah menyodorkan beragam dokumen legal mereka, seperti analisis mengenai dampak lingkungan dan kajian lingkungan hidup strategis. Namun, di balik legalitas itu, mereka kerap mengabaikan legitimasi dan aspek keadilan (sosial-ekologi) bagi masyarakat lokal/adat/tempatan. Praktik inilah yang disebut legal non-legitimated (Kartodihardjo, 2017).

Keterbukaan HGU akan dapat membantu membongkar sumbu masalah “sulap regulasi”. Ia akan membantu memetakan tipologi regulasi dan kebijakan yang harus dicabut, direvisi, atau cukup diharmoniskan. Rintisan hasil kajian Tim Harmonisasi Kebijakan dan Regulasi KPK-GNPSDA (2018) yang menembus belantara keruwetan undang-undang sektoral di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup dapat menjadi pijakan awal. Tim itu telah menguji 26 undang-undang dengan beragam topik, dari agraria, lingkungan hidup, hingga pertambangan dan kelautan.

Baca juga : Masyarakat Adat dan Ruang Hidupnya (3)

Merujuk pada Josept E. Stiglitz (2001), salah satu jalan penciptaan ketimpangan ekonomi global dari negara maju ke negara berkembang adalah melalui informasi asimetris. Ini keadaan patologis karena dari sinilah berbagai jenis risiko kejahatan dan ketidakadilan, seperti korupsi, monopoli, oligopoli, dan hegemoni, bisa diciptakan oleh kelompok pemegang otoritas informasi.

Keterbukaan HGU akan menjadi pendorong keterbukaan informasi yang lebih luas. Tak semata di sektor pertanahan, ia juga dapat menjadi pintu pembuka, inspirasi, dan memiliki efek domino bagi semua upaya masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar.

Terbitnya pelbagai dasar hukum tentang keterbukaan informasi pasca-reformasi semestinya menjadi tonggak penting bagi masyarakat agar lebih berani menuntut semua pemegang otoritas informasi, khususnya pemerintah, untuk menjelaskan mana yang boleh dan tidak boleh serta argumennya.

Apalagi beberapa pakar hukum berpendapat bahwa HGU bukanlah dokumen rahasia negara. Argumen bahwa menutupinya demi melindungi ekonomi nasional, apalagi atas dasar sektor tertentu, seperti perkebunan sawit, menunjukkan bukti kuasa kuat oligarki sektoral ini telah menekan dan menggurita dalam kebijakan politik negara.

Baca juga : Hutan Adat dan Agenda Pasca Pengakuan (Legal)

Membuka data HGU barangkali seperti membuka kotak Pandora yang akan membongkar aneka persoalan di dalamnya. Ia bukan cuma mengungkap peta pemilik lahan, tapi juga mengganggu tatanan status quo gurita oligarki agraria dan sumber daya alam yang lebih luas. Syarat wajib perbaikan dan perubahan mendasarnya adalah keberanian dan kenekatan untuk melawan mafia dan oligarki. Tak ada pilihan lain.

[Tulisan ini sudah mendapat restu penulisnya. Bisa membaca tulisan aslinya di sini]

[Penulis adalah Peneliti dan Pegiat di Sajogyo Institute. Anggota Badan Pengurus Yayasan Sajogyo Inti Utama (2018-sekarang). Tim Pengajar di Fak. Ekologi Manusia dan Fak. Kehutanan IPB. Tim Peneliti di KPK- GNPSDA (2015-Sekarang)]

Kotahujan News & Story

Kotahujan News & Story

Related Posts

63 Persen Kekerasan Berbasis Gender Terjadi di Tengah Pandemi

by Kotahujan News & Story
10 Februari 2021
0

Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay Penulis : Dony P. Herwanto Konsultan Isu Gender, Tunggal Pawestri mengatakan,...

Ini Cara Kita Memuliakan Penyintas Bencana

by Kotahujan News & Story
23 Januari 2021
0

Sejumlah perempuan tengah memilah pakaian untuk penyintas bencana. Sumber Foto : Facebook Bayu Gawtama | Sekolah Relawan Penulis :...

Saling Bantu untuk Gempa Majene

by Kotahujan News & Story
16 Januari 2021
0

Suasana di salah satu tenda pengungsiang di Majene. Foto : Bayu Gawtama / Sekolah Relawan Penulis : Dony P....

Next Post
Peserta dan pembicara diskusi  bertajuk "Benarkah RUU PKS Melegalkan Zina?" Yang digelar di Untirta, Serang, Banten.

Kampus itu Bernama Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Harniati dan anak-anak di Paremas mencari kepiting dan kerang ketika air laut surut. Sejak hutan mangrove tumbuh, mereka mudah mendapatkan kepiting dan kerang dan ikan kecil yang terjebak ketika surut. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

Di Balik Lindungan Hutan Mangrove

Logo baru TVRI. Sumber foto: www.goodnewsfromindonesia.id

Logo Baru, TVRI Tinggalkan Kesan "Usang"

Discussion about this post

Story Populer

  • Pembacaan Proklamasi kemerdekaan RI oleh Sukarno di Pegangsaan. Sumber foto: Wikipedia

    Proklamasi, Kenapa Pindah dari Ikada ke Pegangsaan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Coretan-coretan Sukarno pada Teks Proklamasi itu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Banjir di Jantung Kalimantan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seni Tradisi dan Adaptasi Semasa Pandemi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Amirah Telah Pergi Selamanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membincang Hegemoni dalam Reformasi Dikorupsi Bersama Peramu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seni dan Virtual, Antara Eksperimen dan Eksplorasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
# # #
SeluangID

Kami ingin menyajikan berita melalui cerita. Mimpi sederhana kami: mengisahkan kebenaran - walau itu kecil - ke banyak orang. Karena Dunia Butuh Cerita.

  • Amatan & Opini
  • Art
  • Catatan Redaksi
  • Kota Hujan
  • Landscape
  • Obituari
  • Our Story
  • Review

Follow Us

We’d like to hear from you!

Hubungi Kami di : [email protected]

Ikramina Residence Blok E No 1 RT 004/007 Desa Bojong, Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat, 16310

  • About Seluang
  • Beranda
  • Pedoman Media Siber

© 2021 Design by Seluang Institute

  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
No Result
View All Result

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In