Seluang.id
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
  • Login
No Result
View All Result
  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
SeluangID
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
No Result
View All Result
SeluangID
No Result
View All Result

Menanam Kebaikan, Tumbuh Kebaikan

Kotahujan News & Story by Kotahujan News & Story
3 Januari 2021
in Kota Hujan
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
Yakobus Handoko Saptoto Adi menyambut kunjungan komunitas yang belajar di kebun organik. Foto: Dony P Herwanto

Penulis : Dony P. Herwanto

[KotaHujan – Kulon Progo] Waktu seolah berjalan lambat dan tenang di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, DIY. Kabut tipis menyelimuti sebagian desa di perbukitan Menoreh. Perlahan-lahan, matahari mulai menampakkan dirinya. Satu per satu, warga Samigaluh mulai beraktivitas.

Jalanan yang tadinya lengang, mulai riuh oleh deru kendaraan dan suara mesin pemotong kayu. Tim NOKEN, Connecting Community tak ingin berlama-lama di Rumah Belajar Kopi Mbajing dan Vanilla Mbajing.

Begitu secangkir kopi Mbajing tandas, Tim NOKEN bergegas mengikuti kegiatan Sekolah Bisnis Papua (SBP) yang diinisiasi Kaoem Telapak dan The Samdhana Institute.

Tujuannya? Sekolah Dasar Prennthaler, Kalirejo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, DIY. Sekolah dasar ini mengembangkan pertanian organik dalam rangka mengajarkan kepekaan siswa terhadap lingkungan, alam dan sesama.

Wow, sungguh cerah masa depan pertanian di Samigaluh. Minimal, sejak usia dini, siswa sudah mengenal dan mengakrabi potensi alam yang dimilikinya.

Sekolah ini terletak di belakang Gereja Santa Lucia, Kalirejo. Tidak sampai 100 meter jaraknya. Turun sedikit pun tak terasa terjalnya. Teduh dengan dipayungi pohon pinus.

Begitu sampai halaman sekolah yang saat itu tidak ada aktivitas belajar mengajar, kami disambut Yakobus Handoko Saptoto Adi, pendamping kebun dan Haryanto Yustinus, guru SD Prennthaler.

Sambutan hangat keduanya membuat pertemuan tidak terlihat canggung, meski baru kali pertama berjumpa. Sekolah ini menghadirkan nuansa pertemanan yang luar biasa.

Haryanto dan Handoko pun lekas mengajak kami menuruni anak tangga – lagi – menuju lokasi kebun organik. Lokasinya, tepat di bawah halaman sekolah.

Dari atas, kebun organik itu tertata rapih. Kebun ini benar-benar terjaga dan dijaga sepenuh hati. Dikerjakan dengan tulus dan sungguh-sungguh.

“Ini dikelola oleh siswa dari kelas satu sampai kelas 6,” kata Handoko begitu sampai di kebun organik.

Kami, yang hadir di lokasi itu, menyimak penjelasan Handoko dengan takzim. Seperti seorang murid kepada gurunya. Ya, siang itu, Handoko adalah guru yang baik bagi kami.

Lahan kebun organik ini menjadi ruang belajar alternatif bagi siswa. Kelas dalam wujud yang paling ideal untuk mengajarkan dan bertemu langsung dengan apa yang tengah diajarkan.

Di kebun ini, siswa diajarkan bagaimana menanam jagung, jesin, boncis, kangkung, kenikir, pare, tomat, cabai, budidaya ikan, hingga beternak kelinci.

Seminggu sekali, siswa diajak berkebun dan memanen hasil dari bertani, beternak dan budi daya ikan. Di sekolah ini, siswa juga diajarkan menjual hasil bertani mereka setiap hari Minggu usai kebaktian.

Setelah cukup mendengarkan penjelasan, Handoko lantas mengajak kami menuju aula yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari titik kedua perhentian.

Satu per satu dari kami, tamunya, melepas alas kaki. “Agar aula ini tetap terjaga kebersihannya,” ucap Handoko.

Begitu sampai di aula, di lantai 2 bangunan yang begitu terbuka, Haryanto membuka pembicaraan tentang inisiasi membuka kebun organik.

Kata Haryanto, semua bermula dari krisisnya generasi petani di Kulon Progo, tepatnya di Desa Kalirejo, Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo, DIY.

Sejarah yang begitu panjang mengiringi perjalanan sekolah yang awalnya bernaung di bawah Yayasan Pangudi Luhur itu. Gagasan dan langkah awal membuat Kebun Organik dimulai sejak tahun 2010.

Krisis lahan garapan, banyaknya pemuda-pemudi desa yang mencari pekerjaan di luar Samigaluh dan minimnya ketersediaan pangan sehat menjadi beberapa alasan utama melahirkan kebun organik.

“Tak banyak anak-anak muda di sini yang menjadi petani. Saya sedih. Makanya kegiatan ini kami rawat betul-betul agar kedepannya, desa ini memiliki generasi penerus di sektor pertanian,” kata Haryanto.

Dan benar saja, banyak lulusan sekolah ini yang pada akhirnya mengenali potensi alam di sekitar tempat tinggalnya. Selain itu, kecintaan terhadap sesama mahkluk hidup juga semakin terbentuk.

Di tubir halaman sekolah, terdapat 10 makam kecil untuk binatang-binatang yang ditemukan mati di sekitar sekolah.

Kata Handoko, makam binatang itu lahir dari inisiatif siswa yang melihat seekor burung gereja yang mati di halaman sekolah.

Sungguh karakter yang luar biasa. Ini kisah yang penting bagi Tim NOKEN untuk diceritakan kembali – sebanyak-banyaknya – ke sejumlah komunitas yang akan ditemui. Kisah yang lahir dari penanaman karakter sejak dini.

Kisah yang membuktikan bahwa tak ada hal kecil yang sia-sia untuk dikerjakan. SD Prennthaler, Kalirejo telah membuktikan itu.

Meski terletak di tengah perkampungan dan di tepi sebuah bukti yang tidak begitu curam, tersimpan sebuah pelajaran yang berharga. Soal prestasi? Bisa diuji itu. Tapi kalau berbicara soal kepemimpinan dan inisiatif-inisiatif, lulusan sekolah ini tak usah diragukan lagi.

Saat tamu-tamunya hendak meninggal sekolah, Haryanto menitipkan satu impian mulia, “Doakan kami agar memiliki SMP dan menambah luas lahan untuk belajar,”.

*Tulisan ini pernah di muat di The Samdhana Insttute

Kotahujan News & Story

Kotahujan News & Story

Related Posts

63 Persen Kekerasan Berbasis Gender Terjadi di Tengah Pandemi

by Kotahujan News & Story
10 Februari 2021
0

Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay Penulis : Dony P. Herwanto Konsultan Isu Gender, Tunggal Pawestri mengatakan,...

Ini Cara Kita Memuliakan Penyintas Bencana

by Kotahujan News & Story
23 Januari 2021
0

Sejumlah perempuan tengah memilah pakaian untuk penyintas bencana. Sumber Foto : Facebook Bayu Gawtama | Sekolah Relawan Penulis :...

Saling Bantu untuk Gempa Majene

by Kotahujan News & Story
16 Januari 2021
0

Suasana di salah satu tenda pengungsiang di Majene. Foto : Bayu Gawtama / Sekolah Relawan Penulis : Dony P....

Next Post

12 Anak Muda dan Seorang Lelaki Setengah Baya

“Kami tak Ingin Lingkungan Ini Rusak,” kata Yanto

Khotbah di Bawah Pohon Pinus

Discussion about this post

Story Populer

  • Naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikoleksi wartawan B.M Diah. Sumber foto: Wikipedia

    Coretan-coretan Sukarno pada Teks Proklamasi itu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Proklamasi, Kenapa Pindah dari Ikada ke Pegangsaan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Telepon Nasution dan Sarwo Edhie Setelah Pranoto Dibebaskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Banjir di Jantung Kalimantan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seni dan Virtual, Antara Eksperimen dan Eksplorasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kami Mengukur Curah Hujan untuk Menanam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ajip Rosidi: Membaca dan Menulis Tanpa Akhir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
# # #
SeluangID

Kami ingin menyajikan berita melalui cerita. Mimpi sederhana kami: mengisahkan kebenaran - walau itu kecil - ke banyak orang. Karena Dunia Butuh Cerita.

  • Amatan & Opini
  • Art
  • Catatan Redaksi
  • Kota Hujan
  • Landscape
  • Obituari
  • Our Story
  • Review

Follow Us

We’d like to hear from you!

Hubungi Kami di : [email protected]

Ikramina Residence Blok E No 1 RT 004/007 Desa Bojong, Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat, 16310

  • About Seluang
  • Beranda
  • Pedoman Media Siber

© 2021 Design by Seluang Institute

  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
No Result
View All Result

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In