
Pada awal tahun 2018 ketika saya dikontak oleh salah seorang relawan untuk melaksanakan baksos di regionnya saya merasa ragu. Ragu karena saya tahu medannya akan beda dari yang lain karena masih projek awal site-nya. Infrastruktur masih sangat minim sehingga saya banyak pikiran macam-macam, intinya “apakah saya dapat melaksanakan kegiatan ini dengan baik?”. Setelah kunjungan pertama yang dilanjutkan dengan survey pada bulan selanjutnya, saya pun berdiskusi dengan tim TIMA apakah memungkinkan menjalankan kegiatan ini.
Support dari TIMA sangat luar biasa, dr Ruth memberikan beberapa masukan terkait logistik obat dan hal teknis lainnya. Ketika saya kembali lagi ke site untuk diskusi teknis, saya melihat kesungguhan relawan yang sangat luar biasa. Saya jadi malu sendiri dengan keraguan saya.
Pada survey awal di bulan Juni akhir, hujan masih lumayan sering turun sehingga tanah pun sangat lembek dan banyak genangan yang mengakibatkan jalanan yang akan kami lalui itu licin. Untuk tiba di lokasi baksos yang berada di kabupaten Sekadau ini, dari basecamp kami ke lokasi pertama di dusun Balau Lambing menggunakan sepeda motor memakan waktu kurang lebih 1 jam (kondisi jalan yang bagus).
Saya pun dibonceng motor verza, beberapa kali harus turun naik motor karena khawatir motornya akan slip di titian balok. Dan benar saja, sekali tak kuat motor kami melewati tanah merah yang becek dan kaki saya memblesek ke dalam tanah sehingga tidak bisa loncat. Dengan gaya slow motion, habislah setengah badan saya penuh lumpur tanah merah. Saat itu wajah orang yang membonceng saya tampak sangat pucat dan tidak enak hati Alhamdulillah tidak ada yang luka dan perjalanan setelahnya lumayan lancar.
Dari hasil survey, kami memutuskan untuk memangkas hari pelaksanaan dari 3 hari menjadi 2 hari dengan lokasi yang sama. Hanya di hari pertama kami laksanakan kegiatan dengan cara paralel pada waktu yang bersamaan. Paralel berarti kita harus menggandakan persiapan, mulai dari logistik, jumlah relawan, jumlah obat, jumlah medis dan persiapan lainnya.
Pertanyaan terbesar saya adalah “Bagaimana bawa dus-dus obat untuk sampai ke lokasi?”. Tapi dengan kepercayaan diri dan kreatifitas relawan di kebun, masalah tersebut bisa diatasi dengan menggunakan along-along yang ditaruh di sepeda motor. Baru kali ini saya mengangkut logistik dan obat-obatan baksos dengan menggunakan along-along.

Tantangan selanjutnya adalah mencari tim medis yang bersedia berpetualang dengan kami. Sejak awal, saya kalau ada kegiatan selalu dengan jujur memaparkan kondisi lapangan sehingga para tim medis yang ikut serta sudah mempersiapkan mental sebelum berangkat. Dokter yang bersedia ikut serta ternyata sudah cukup berusia, berkali-kali beliau menanyakan untuk memastikan kondisi lapangannya yang seperti apa. Saya cukup takut juga kalau beliau tak jadi ikut, karena saat itu jarang ada relawan dokter yang ready untuk baksos di hari kerja dan di saat yang bersamaan banyak juga yang pergi ke Lombok.
Saya juga bersyukur teman-teman relawan apoteker bersedia untuk ikut serta dengan semangatnya karena mereka ingin merasakan lokasi baksos seperti yang saya ceritakan. Rupanya cerita saya membangkitkan jiwa petualangan mereka hehehe.
Bukan baksos namanya apabila tak ada drama dalam pelaksanaan. Pada hari keberangkatan tanggal 28 Agustus 2018, rombongan medis yang bertolak dari Jakarta pukul 05.00 tiba di Sintang pukul 10.00 pagi baru tahu kalau ada 1 dus obat yang tertinggal di Jakarta karena kesalahan maskapai. Maka drama pengiriman barang yang tertinggal pun baru selesai kira-kira pukul 14.00 setelah maskapai tetangga NAM Air bersedia mengangkut 1 kardus itu sampai ke Sintang.
Rombongan medis yang seharusnya berangkat dari Sintang pukul 12 siang, baru bisa berangkat pukul 16.00 sehingga sampai di mess pun yang berada di dusun mengaret sudah lumayan malam sekitar pukul 21.00 WIB.
Dokter yang datang bergabung berasal dari Jakarta (3), Kapuas Hulu (2), dan Sekadau (3) sedangkan perawat berasal dari puskesmas dan pustu di sekitar Balau Lambing, Terduk Dampak dan Mengaret.
Pagi harinya semua relawan berkumpul di parkiran untuk membagi-bagi motor, kami pun dibagikan sepatu boots karena malam hari sebelumnya hujan turun sangat deras. Saya sudah sangat khawatir bagaimana kondisi jalan dan tenda yang sudah kami pasang di tiap lokasi. Kalau sudah begini, saya hanya bisa berdoa dan tawakal karena usaha sudah 120% dilakukan oleh kami semua relawan.
Dan memang jalanan cukup licin, tapi karena teman-teman relawan seminggu sebelumnya sudah menaruh papan-papan di titik krusial maka kami bisa laju terus dengan cukup lancar. Banyak cerita dari para dokter karena baru pertama kali itu merasakan offroad di pedalaman kalimantan. Buat saya juga sih, walau pernah sebelumnya saya mengalami baksos ekstrem menggunakan perahu klotok di sungai seruyan kalimantan tengah.
Sepanjang jalan ini karena saya dibonceng jadi cukup bisa lihat kanan kiri, banyak flora cantik seperti nemphetes (kantong semar), anggrek hutan, tanduk rusa, aneka pakis, bangris dengan sarang lebah besarnya dan lainnya. Wangi hutan yang basah dipadukan laju motor yang menghentak rasanya memang harus kita nikmati sebagai bagian dari proses pelaksanaannya.

Sungguh luar biasa usaha para relawan untuk menyukseskan kegiatan ini, tim along-along yang bertugas untuk distribusi logistik, makanan dan obat selain berpacu dengan medan yang licin tentu juga dengan waktu. Mereka harus tepat waktu tiba agar acara dapat berjalan dengan lancar. Kalau sudah begini, hal pertama yang harus diyakini adalah memupuk kepercayaan antar sesama anggota. Kita percaya bahwa masing-masing personel melaksanakan tugasnya dengan baik. Beberapa permasalahan tetap ada, tapi solusi selalu tersedia.
Dengan ikhtiar, doa dan tawakal akhirnya kegiatan berjalan dengan lancar. Bahkan dinas kesehatan yang datang pada acara penutupan hari kamis, 30 Agustus 2018 melalui perbincangan dengan relawan kami Pak Edy Wilanus mengatakan bahwa baru kali ini ada sekian banyak dokter yang datang untuk baksos di Sekadau, apalagi sampai mendatangkan 4 apoteker. Sesuatu yang menurut saya biasa dilakukan karena menjalankan SOP ternyata sangat dihargai oleh orang lain.
Sepanjang hari kegiatan, langit sudah sangat mendung sesekali gerimis. Sampai akhirnya selesai, sedikit demi sedikit rintik turun membasuh hutan yang membuatnya mendinginkan cuaca yang panas. Saya yang duduk di kursi belakang motor akhirnya merasa lega, sambil menghirup aroma hutan, menyibak daun belukar dengan angin yang menerpa wajah. Bersyukur telah mencapai titik ini, menyelesaikan satu tugas bersama orang-orang hebat. Kalau kata Pak Manager, “Orang kebun dikasih tantangan sesulit apapun terkait medan lokasi pasti bisa diatasi.
Pasti ada caranya. Pasti ada solusinya.” It’s all about the people. Rasanya segala kesulitan yang kita pikirkan dirancang untuk kita cari solusinya bersama. Dan setiap orang yang terlibat sudah menjalankan perannya dengan baik sehingga tercipta kerjasama team yang solid. Semoga kegiatan ini bisa berguna buat kita dan masyarakat sekitar. Gan En. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk ikut serta dalam kegiatan ini. Sampai jumpa di kegiatan lainnya ya.
Catatan: TIMA (Tzu Chi International Medical Association) merupakan wadah asosiasi Medis di Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Saat ini sudah beranggotakan ribuan relawan medis yang terdiri dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, apoteker, perawat, bidan, teknisi medis, dan lainnya.
NB: Tulisan serupa, bisa dijumpai di Sini
Nadyne_Iva, travel enthusiast, Commuter Depok-Jakarta-Depok, Jack of All Trades, alias banyak maunya.
Discussion about this post