
Berada di ujung pulau Jawa paling timur, Banyuwangi merupakan daerah yang mempunyai potensi alam yang luar biasa.
Berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Jember, dan selat Bali, Banyuwangi merupakan kabupaten yang terluas di Jawa Timur, dan sekaligus terluas di pulau Jawa, yaitu mencapai 5.782,50 km2.
Ada dua taman nasional dalam wilayah Banyuwangi, yaitu Taman Nasional Alas Purwo dan sebagian Taman Nasional Meru Betiri, dengan keanekaragaman hayati yang mengagumkan.
Selain itu, Kabupaten Banyuwangi juga mempunyai tiga gunung, dua diantaranya masih aktif, yaitu gunung Raung dan Ijen, yang terkenal dengan blue fire-nya.
Belum lagi, karena pengairan dan tanahnya, Banyuwangi mempunyai lahan perkebunan dan persawahan yang subur.
Salah satu andalan hasil perkebunan di kabupaten berjuluk sunrise of Java ini adalah Kopi Osing, terkenal sebagai salah satu rujukan para penikmat kopi, baik nasional maupun manca negara.
Baca juga : Cerita Kehidupan Warga di Lahan Gambut
Laut pun tak mau ketinggalan menyumbangkan keindahan dan potensi Banyuwangi.
Selain wisata bawah laut dengan pesona terumbu karangnya di perairan Selat Bali, Banyuwangi juga merupakan tujuan para pehobi olahraga selancar karena ombak-ombaknya yang menawan.
Selain juga, perikanan Banyuwangi yang kaya, karena berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia di bagian selatan.
Dengan berbekal potensi alam dan budayanya itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas pada periode kepemimpinan keduanya (2016 – 2021), melakukan pembenahan di sektor pariwisatanya, dengan target sebagai salah satu tujuan wisata dunia.
Berbagai sarana dan prasarana dipersiapkan untuk mendukungnya.
Bahkan pada 2019 ini, bakal diselenggarakan 99 event pariwisata, dimana 3 event diantaranya, masuk ke dalam 100 events Wonderful Indonesia.
Banyak penghargaan diraih Banyuwangi, terutama semenjak Abdullah Azwar Anas menjadi bupatinya.
Pembangunan tampak direncanakan dan berjalan dengan baik.
Sayangnya ada satu masalah yang mengganggu, dan belum terselesaikan bertahun-tahun, yaitu sampah.
Baca juga : Warga Sungai Nibung Nikmati Manfaat dari Menjaga Hutan Mangrove
Sampah di Muncar
Pagi itu, pada Selasa (25/6/2019), Mongabay Indonesia melakukan perjalanan ke arah Kecamatan Muncar, yang terletak sekitar satu jam ke sebelah selatan dari kota Banyuwangi.
Muncar adalah salah satu dari 25 kecamatan di Banyuwangi. Sebagian besar penduduk Muncar berprofesi sebagai nelayan.
Tidak mengherankan Muncar dikenal sebagai salah satu penghasil ikan terbesar di Indonesia.
Sayangnya, selain produksi ikan yang banyak, juga ada hal lain yang melimpah, yaitu sampah.
Terlihat sampah berserakan menutupi pasir di sepanjang pesisir pantai ini.
Seperti pantai di samping Pelabuhan Muncar, tidak terlihat anak-anak bermain pantai.
Di sini, keindahan pantai hilang tergantikan sampah yang menutupi permukaan pasir.
Baca juga : Hutan Desa Pulihkan Ekosistem Sungai
Ketua Karang Taruna Dusun Tratas, Muncar, Ahmad Sujoko, yang ditemui Mongabay Indonesia, Selasa (25/6/2019) mengatakan, sampah mulai bertebaran dan menumpuk pasca banjir besar dari Sungai Wagut dan bermuara di pesisir pantai Tratas pada 2004.
Ditambah kondisi pesisir Tratas berbentuk cekung membentuk teluk dan kebiasaan buruk masyarakat yang membuang sampah sembarangan di pantai, menambah tumpukan sampah di sepanjang pesisir.
Masalah sampah di Dusun Tratas, tampaknya telah menjadi masalah pelik yang dibiarkan terjadi selama belasan tahun.
Mongabay Indonesia menyaksikan ada tumpukan sampah yang menutupi pesisir tingginya sekitar 2 meter.
Kebiasaan nyampah warga seakan sudah membudaya sehari-hari.
Diperparah dengan anggapan, daratan yang timbul dari rawa dan pesisir yang ditimbun tanah dan sampah, bakal menjadi milik warga.
Banyak rumah-rumah didirikan di atas lapisan sampah, sehingga pondasinya tidaklah kokoh.
Akibatnya, dinding rumah banyak yang retak. Keadaan ini, tentu saja sangat membahayakan apabila dibiarkan terus menerus.
Keadaan seperti ini, kata Joko, dibiarkan berlarut-larut, tanpa adanya solusi nyata.
Warga pun menangani sampah dengan cara dibakar atau ditimbun.
Tentu saja cara itu tak cukup menyelesaikan masalah, karena sampah masih saja datang.
Dibakar setengah meter, dalam 2 bulan bertambah lagi dengan jumlah yang sama, bahkan lebih.
Baca juga : Mereka yang di Antara Tambang dan PLTU
Ikan Berkurang
Sedangkan Ariyanto, seorang nelayan yang tinggal di perkampungan pantai Satelit, Muncar, merasakan dampak buruk keberadaan sampah.
Ariyanto yang jadi nelayan sejak 32 tahun lalu itu mulai susah mendapatkan ikan.
Menurutnya, dulu hanya perlu melaut sejauh 500 meter dari bibir pantai, sudah banyak mendapatkan ikan. Sekarang tidak lagi.
“Para nelayan harus pergi sejauh 5-10 kilometer untuk mendapatkan ikan,” jelas Ariyanto.
Nelayan setempat lainnya, Ahmad Kholil juga merasakan hal yang sama, tangkapan ikan berkurang dari tahun ke tahun.
Ikan Lemuru, yang menjadi ciri khas kawasan Muncar, sudah empat tahun ini, sulit didapat. Sedangkan daratan sampah mulai menggunung.
Selain sampah, fakta lainnya yaitu limbah pabrik turut meracuni pesisir Muncar.
Seperti terlihat di Sungai Kali Mati, yang tak jauh dari pantai Satelit, air sungainya terpolusi limbah dari 49 pabrik pengolahan perikanan.
Keberadaan pabrik memang menguntungkan pereknomian warga Muncar, tapi cemaran limbahnya pada badan sungai akan sampai ke laut dan mempengaruhi populasi ikan.
Meski ada warga yang memanfaatkan sebagian limbah itu sebagai bahan pembuatan konsentrat atau pakan ternak.
Bahkan bau tak sedap dari Kali Mati tercium dari jauh. Sampah dan limbah, seakan sudah menjadi duet maut pencemar lingkungan daerah Muncar.
Butuh penanganan yang serius dari para pihak terkait, sebelum mencemari Muncar lebih parah.
Baca juga : Pada Lubang Tambang Manalagi Nyawa Kami Melayang?
Pengelolaan Sampah
Berbagai usaha sebenarnya sudah dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi, seperti pengerukan sampah.
Hanya saja, dalam waktu dua bulan, sampah sudah menumpuk kembali.
Itu terjadi karena masalah sampah tidak hanya di pesisir Muncar, tapi juga jadi persoalan di daerah hulu.
Jika masyarakat pesisir membuang sampah ke pantai, maka pada daerah hulu, sampah dibuang ke sungai yang akhirnya terbawa sampai ke pantai.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkab Banyuwangi, Husnul Chotimah, ketika ditemui Mongabay di ruang kerjanya, Jumat (28/6/2019) mengatakan, penanganan sampah di Banyuwangi dari hulu ke hilir memang belum maksimal.
[penulis adalah kontributor Mongabay Indonesia di Banyuwangi]
Artikel “Sampah Muncar yang tak Kunjung Kelar” merupakan konten kolaborasi dengan Mongabay Indonesia. Konten serupa bisa dilihat di sini
Discussion about this post