
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menegaskan bahwa hingga akhir masa kepemimpinan presiden Joko Widodo (Jokowi), perlindungan dan pemenuhan hak Masyarakat Adat masih sekedar wacana. AMAN juga menilai visi-misi kedua capres tidak mencerminkan komitmen politik yang kuat dalam perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional Masyarakat Adat.
Hal ini dinyatakan dalam Dialog Nasional Catatan Akhir Tahun: Senjakala Nawacita dan Masa Depan Masyarakat Adat, yang dilaksanakan belum lama ini. Hadir sebagai pembicara, Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi, Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Eva Kusuma Sundari, Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Dahnil Azhar Simanjuntak, dan Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan Teguh Surya.
AMAN memaparkan, tantangan utama dalam memperjuangkan hak Masyarakat Adat saat ini adalah sektoralisme pengaturan Masyarakat Adat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berakibat pada peminggiran dan pengabaian hak-hak Masyarakat Adat.
Sampai 2018, AMAN mencatat ada 152 kasus perampasan wilayah adat yang mengakibatkan 262 warga Masyarakat Adat dikriminalisasi. Terdapat lonjakan 30 kasus perampasan wilayah adat pada 4 tahun pemerintahan Jokowi-JK.
“Kriminalisasi Masyarakat Adat banyak terjadi di sektor kehutanan menempati urutan pertama, disusul sektor perkebunan, pertambangan serta pembangunan infrastruktur,” papar Rukka.
Baca juga: Setelah 17 tahun Otsus
Rukka mengatakan, selama empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah pusat lebih banyak reaktif dalam menyikapi isu Masyarakat Adat. Pemerintah baru bersuara saat isu tersebut sudah mengemuka.
“Satu-satunya prestasi Presiden Jokow-JK yang dapat terlihat adalah adanya penetapan hutan adat 27.970.61 hektar, angka yang sesungguhnya sangat kecil jika dibandingkan dari target RPJMN 5,8 juta hektar,” ujarnya.
RUU Masyarakat Adat yang selama ini disuarakan oleh Masyarakat Adat dan merupakan komitmen NAWACITA, imbuhnya, bahkan terancam gagal ditetapkan karena DIM pemerintah sebagai syarat pembahasan RUU tidak kunjung diserahkan kepada DPR.
Saat ini, jelas Rukka, AMAN mengutus 158 orang kader politik Masyarakat Adat sebagai calon anggota legislatif pada pemilu 2019 mendatang. Kehadiran kader AMAN di tingkat legislatif dinilai Rukka untuk memperkuat gerakan Masyarakat Adat.
Kader terpilih diharapkan Rukka, mampu berperan dalam penyusunan kebijakan yang berpihak kepada Masyarakat Adat seperti pengesahan RUU Masyarakat Adat, Pembentukan Produk Hukum Daerah tentang Masyarakat adat dan program-program lainnya.
Baca juga: Kisah Orang Taba di Pulau Gunung Api
Dalam sambutannya, Rukka membacakan pernyataan sikap politik organisasi dalam Pilpres 2019. Sikap politik organisasi adalah tidak mendukung pasangan Capres-Cawapres nomor urut satu dan dua. Hal ini, jelas Rukka, didasarkan karena Jokowi belum memenuhi satu pun dari enam komitmen kepada Masyarakat Adat yang dijanjikan dalam NAWACITA 2014-2019.
Sementara itu, imbuhnya, dalam visi-misi pasangan Jokowi-Ma’ruf, komitmen tentang Masyarakat Adat semakin tidak jelas. Di sisi lain, pasangan Prabowo-Sandiaga tidak memiliki komitmen dan agenda apapun tentang Masyarakat Adat dalam visi-misinya.
Teguh Surya, Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan merekomendasikan kedua pasangan capres-cawapres untuk meninjau ulang dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemajuan hak-hak Masyarakat Adat, serta perlu mempertegas komitmen dalam melanjutkan dan memperkuat kebijakan dan program-program terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Eva Kusuma Sundari dari Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’aruf mengatakan, poin mengenai masyarakat adat dikurangi dari Visi-Misi Jokowi-Ma’aruf karena sudah disebar ke dalam poin-poin lainnya seperti Penataan Hukum dan Sustainable Development Goals (SDGs).
Mengenai RUU Masyarakat Adat, saat ini DPR RI sudah melakukan hearing di empat wilayah, Riau, Yogyakarta, Bali, dan Sulawesi Utara. Ia juga menekan Kementerian Dalam Negeri untuk segera menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Masyarakat Adat ke DPR RI.
Baca juga: Kalaodi Pelindung Tidore

Sementara itu, Dahnil Anzar Simanjuntak dari Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi mengatakan, isu masyarakat adat adalah isu yang harus dibahas bersama-sama, terlebih dari pemenang kontestasi politik di 2019.
“Dalam visi-misi Prabowo-Sandi, orientasi utama dalam pembangunan adalah manusia. Dan Masyarakat adat adalah hal utama sekaligus modal utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan bangsa,” jelas Dahnil.
Meski point-point utama belum terpenuhi, tak bisa dipungkiri, Kabinet Jokowi-JK pada tahun 2018 ini, cukup banyak menghasilkan perubahan-perubahan kebijakan yang dihasilkan terkait keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-hak dasarnya.
Perubahan kebijakan tersebut terjadi baik di tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional. Beberapa hal diantaranya, terkait pengakuan hutan adat oleh pemerintah dan disahkan beberapa produk hukum lokal di tingkat daerah.
Selain itu, situasi yang mengancam keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-hak dasarnya pun tidak terlepas dari kondisi yang dihadapi selama setahun terakhir.
Baca juga: Kebo Ketan Upaya Menjaga Nusantara
[Tulisan ini diolah dari rilis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara]
Dony P. Herwanto, documentary maker, peminum kopi yang setia dan pembaca buku. Menulis untuk menjaga kewarasan dan ingatan.
Discussion about this post