Seluang.id
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
  • Login
No Result
View All Result
  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
SeluangID
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
No Result
View All Result
SeluangID
No Result
View All Result

Setelan yang Pantas untuk Penasihat Militer

SeluangID by SeluangID
22 Juli 2019
in Our Story
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
M. Hatta. Sumber foto: www.narakata.com
  • Artikel Hasan Aspahani
  • Dengan setelan pakaian yang tampan dan pantas hadiah dari Mak Etek Djohor yang dijahit di penjahit langganannya Nam Mie di Passer Baroe.

    Hari itu, Hatta bertemu dengan para petinggi Jepang di rumah Gunseikan atau Kepala Pemerintahan Militer Jepang Mayor Jenderal Hoichi Yamamoto.

    Ia dijemput Miyoshi.

    Baca juga : Angalai, Sekarang Giliran, Angalai, Kata Sukarno Kepada Riwoe Ga

    Hatta yang seorang diri dihadapi oleh opsir-opsir tinggi dan Sumobuco, para pembantu Gunseikan, lengkap.

    Kursi-kursi telah diatur amat formal, siapa yang akan duduk di mana pun telah ditentukan.

    Hatta duduk tepat di depan Gunseikan. Mula-mula ia ditanya soal masa-masa ia jadi orang buangan Belanda di Digoel dan Banda Naira.

    Ini pertanyaan diplomatis. Semacam strategi untuk mengingatkan Hatta betapa dulu telah menzaliminya sebagai pemimpin pergerakan terkemuka.

    Lalu akan dikontraskan dengan perlakuan yang akan ditawarkan Jepang. Semacam trik untuk memikat hati agar Hatta mau berada di pihak mereka.

    Hatta menjawab dengan seringkas-ringkasnya. Lalu seperti yang telah ia perkirakan, tak menunggu lama, Gunseikan bertanya soal tawaran untuk bekerja sama.

    Pertanyaan itu diajukan dengan tegas dan berhati-hati, “Apakah Tuan Hatta bersedia bekerja sama dengan Pemerintah Militer Jepang?”

    Hatta menanggapi dengan balik bertanya, “Apakah Jepang akan menjajah Indonesia?” Serasa ada selintas keheningan di ruangan dengan pertanyaan tegas itu.

    Baca juga : Operasi Dengan Kata Sandi ‘Beres’ yang Nyaris Saja Tidak Beres

    “Sama sekali tidak. Jepang datang kemari akan menolong Indonesia, memerdekakan Indonesia dari penjajahan. Buktinya adalah kami sudah mengusir Belanda dari negeri Tuan.”

    Hatta menyimak. Menimbang-nimbang apa arti jawaban itu. Semudah itukah? Ia tak memberikan tanggapan.

    Tapi diamnya tampaknya dibaca sebagai keraguan oleh lawan bicaranya.

    “Anggaplah perkataanku ini sebagai keterangan seorang serdadu,” kata Gunseikan menambahkan.

    Hatta lalu mengucapkan terima kasih atas keterangan itu. Baginya ini adalah janji Jepang kepada rakyat Indonesia lewat dirinya.

    Ia sudah punya cukup bahan untuk menentukan sikap dalam pembicaraan selanjutnya.

    “Jika begitu janji Jepang, seperti yang Tuan katakan, saya bersedia bekerja sama dengan Pemerintah Militer Jepang,” kata Hatta, ada hela nafas kelegaan pada lawan-lawan bicaranya.

    Tak sangat jelas mereka menahan ekspresi kegembiraan, karena itu Hatta lalu lekas dan tegas tambahkan, “tetapi tidak sebagai pegawai pemerintah. Saya lebih baik menjadi penasihat saja. Dengan posisi itu saya bisa dengan bebas memberi masukan kepada Pemerintah.”

    “Lalu dengan posisi itu kepada siapa Tuan bertanggung jawab?” tanya Gunseikan.

    “Tentu saja saya bertanggung jawab kepada diri saya sendiri, kepada lembaga penasihat yang akan saya pimpin. Dalam hal ini saya tidak diperintah oleh salah seorang dari pihak Tuan. Tentu saja kami bekerja sepenuhnya, sebaik-baiknya atas permintaan pihak Tuan,” kata Hatta.

    Gunseikan setuju. Sejak awal tampaknya dia memang tak ingin membuat jalannya pembicaraan yang secara bergantian diterjemahkan oleh Miyoshi dan Taniguci menjadi rumit dan berjela-jela.

    Itu pun sudah memakan waktu satu setengah jam. Mungkin karena bagi Jepang, ini adalah kontak resmi pertama pihak mereka dengan tokoh pemimpin Indonesia di Jakarta.

    Kepada Tuan Miyoshi ia langsung memerintahkan untuk mencari kantor untuk Hatta.

    Dijelaskan juga bahwa Hatta boleh mengangkat pegawainya sendiri untuk membantunya. Kantor Hatta itu bernama Kantor Cabang I Gunseikanbu.

    Baca juga : Pelarian Sukarno, Pasukan Jepang, Menggantang Asap Beracun

    Kembali ke Hotel Des Indes, Hatta lega. Terjawab sudah dengan jelas apa maunya Jepang, sejak dua hari lalu ia ditemui oleh utusan Jepang yaitu Kolonel Ogura di Sukabumi dan dengan setengah dipaksa diminta untuk ke Jakarta.

    Sebelumnya pun seorang Kempetai menemuinya bersama Sulaiman Effendi, ayah Rustam Effendi.

    Hatta sedikit merasakan kejutan, juga gentar, ketika si petinggi Kempetai itu mempertunjukkan pengetahuannya tentang diri Hatta. Banyak sekali yang ia ketahui.

    “Sudah bertahun-tahun Tuan-Tuan berjuang dan berkorban untuk tanah air Tuan-Tuan. Sekarang Belanda sudah kami taklukkan,” ujarnya.

    Ia lalu meminta Hatta untuk datang ke Bandung, ke markas tentara Jepang di sana, baru setelah itu ke Jakarta.

    Ia bicara soal pembagian pekerjaan. Hatta tentu saja belum begitu mengerti apa yang dimaksud.

    Maka, ketika didesak untuk berangkat sore itu juga, Hatta masih bisa menolak dan meminta waktu seminggu.

    Hatta masih menimbang langkah. Apalagi Jepang, di Sukabumi, mulai menebarkan ancaman.

    Seorang kontrolir Belanda ditembak dan mayatnya dipertontonkan di tepi jalan besar! Teror!.

    Di dada mayat kontrolir itu diberi kertas bertulisan: Inilah jadinya orang yang menentang perintah Jepang!

    Ke Jakarta? Atau ke Bandung? Jepang mengatur pembagian kekuasaan pasukannya dengan menjadikan Bandung adalah pusat yang memerintah Jakarta.

    Tapi di Jakartalah kedudukan Pemerintah Militer, dan karena urusan Hatta nanti adalah dengan pemerintah Militer itu maka sebaiknya dia ke Jakarta saja, kata Tuan Ogura.

    Hatta minta Ogura yang menelepon Jakarta untuk memastikan itu.

    Baca juga : Pertemuan Kecil Sukarno, Hatta dan Sjahrir

    Perjalanan Hatta ke Jakarta dari Sukabumi ia nikmati seperti plesir.

    Mula-mula ia singgah dan diinapkan di Hotel Salak di Bogor. Ia menikmati kopi susu di sana.

    Minta Koran pagi Java Bode, sarapan telur mata sapi dan yoghurt. Ia minta semua diantarkan ke kamar saja.

    Lalu di Jakara ia diberi kamar di Hotel Des Indes, berapa pun lamanya ia bisa menginap di sana, selama menunggu kepastikan jadwal bertemu Gunseikan.

    Kabar penjemputan, kedatangan Hatta, dan pertemuannya dengan Gunseikanbu pun menjadi berita hangat di koran-koran Jakarta.

    Dari situlah keluarganya di Jakarta tahu dan menemuinya di hotel.

    Hatta benar-benar melepas rindunya pada Jakarta. Baginya disediakan sebuah mobil dan supir.

    Ia menemui kakak perempuannya, bertemu paman-pamannya Etek Djohan, etek Djohor, dan bibinya Ma’ Etek Ayub Rais, memeluk keponakan-keponakannya, membeli prangko, dan mengukur pakaian karena menurut pamannya Etek Djohor, “Nak Gadang tak pantas berunding dengan pembesar-pembesar itu dengan mengenakan pakaian yang Nak Gadang pakai sekarang ini.”

    Baca juga : “Bilang Saja, Sjahrir Sedang Sinting” Kata Sjahrir

    Apa nasihat pertama yang diminta oleh Pemerintah Militer Jepang dari Hatta? Soal seikere!.

    Soal perintah untuk menundukkan badan seperti rukuk pada sembahyang ke arah Tokyo sebagai laku penghormatan kepada Tenno Haika.

    “Ada orang Islam yang mengatakan boleh, ada yang mengatakan tidak boleh. Mana yang sebenarnya benar?” tanya Miyoshi.

    Jawab Hatta, “Orang Islam boleh membungkuk sebagai tanda penghormatan kepada seseorang yang ada di hadapannya. Tetapi seikere terhadap Tenno Haika yang jauh di Tokyo sana tidak dibolehkan. Itu berarti dalam Islam melebihkan Tenno Haika daripada Allah.”

    Baca juga : Tan Malaka dan Kolonel Tan Malaka

    Seperti yang diminta Miyoshi, Hatta kemudian menuliskan uraiannya itu dalam sebuah risalah.

    Soal itulah yang di sepanjang masa-masa kekuasaan Jepang di Indonesia menjadi sumber pemicu pemberontakan!.

    Padahal sejak awal Hatta sudah memberi peringatan dengan jawaban yang tegas.

    [Penulis adalah mantan wartawan. Kini bermukim di Jakarta. Giat menulis puisi dan sedang mendalami penulisan naskah film. Tukang gambar yang rajin berkeliling Jakarta]

    Artikel “Setelan yang Pantas untuk Penasihat Militer” merupakan konten kolaborasi dengan narakata.com, konten serupa bisa dilihat di sini

    SeluangID

    SeluangID

    Related Posts

    Catatan dari Lokasi Banjir di Pamanukan

    by SeluangID
    11 Februari 2021
    0

    Banjir di Pamanukan. Foto: Bayu Gawtama / Sekolah Relawan Penulis : Bayu Gawtama Ini memang harus dituliskan agar masyarakat...

    Chanee Kalaweit dan Kisah Pelestarian Satwa Liar

    by SeluangID
    22 Januari 2021
    0

    Chanee Kalaweit mendedikasikan hidupnya untuk kelestarian Owa. Sumber Foto : greeners.co Penulis : Linda Christanty Andaikata saya kembali ke...

    Kado 2021 Jokowi untuk Masyarakat Adat

    by SeluangID
    9 Januari 2021
    0

    Acara penyerahan SK Pengelolaan Hutan Adat, Perhutanan Sosial dan TORA di Istana Negara, Kamis, 7 Januari 2021. Foto: BPMI...

    Next Post
    Menteri PPN / Kepala Bappenas,  Bambang Brojonegoro (Tengah) dan Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan (dua dari kiri) saat konferensi pers dalam acara Indonesia Development Forum 2019 di Jakarta Convention Center. Foto: Dony P. Herwanto

    Mengelola Hutan, Menciptakan Peluang Kerja

    Anak-anak bermain di pantai yang kotor oleh tumpukan sampah di Muncar, Banyuwangi, pada akhir Mei 2019. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

    Sampah Muncar yang tak Kunjung Kelar

    Sungai Citarum yang dicemari limbah industri dan sampah rumah tangga. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

    Limbah di RPH dan Energi Terbarukan

    Discussion about this post

    Story Populer

    • Pembacaan Proklamasi kemerdekaan RI oleh Sukarno di Pegangsaan. Sumber foto: Wikipedia

      Proklamasi, Kenapa Pindah dari Ikada ke Pegangsaan?

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Coretan-coretan Sukarno pada Teks Proklamasi itu

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Telepon Nasution dan Sarwo Edhie Setelah Pranoto Dibebaskan

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Seni dan Virtual, Antara Eksperimen dan Eksplorasi

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • “Kami tak Ingin Lingkungan Ini Rusak,” kata Yanto

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Cara Orang Jawa Menikmati Hidup

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Kami Mengukur Curah Hujan untuk Menanam

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    # # #
    SeluangID

    Kami ingin menyajikan berita melalui cerita. Mimpi sederhana kami: mengisahkan kebenaran - walau itu kecil - ke banyak orang. Karena Dunia Butuh Cerita.

    • Amatan & Opini
    • Art
    • Catatan Redaksi
    • Kota Hujan
    • Landscape
    • Obituari
    • Our Story
    • Review

    Follow Us

    We’d like to hear from you!

    Hubungi Kami di : [email protected]

    Ikramina Residence Blok E No 1 RT 004/007 Desa Bojong, Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat, 16310

    • About Seluang
    • Beranda
    • Pedoman Media Siber

    © 2021 Design by Seluang Institute

    • Landscape
    • Our Story
    • Art
    • Amatan & Opini
    No Result
    View All Result

    Welcome Back!

    Login to your account below

    Forgotten Password?

    Create New Account!

    Fill the forms below to register

    All fields are required. Log In

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In