Seluang.id
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
  • Login
No Result
View All Result
  • Landscape
  • Our Story
  • Art
  • Amatan & Opini
SeluangID
  • KotaHujan
  • Editor’s Pick
  • Populer
  • About Seluang
No Result
View All Result
SeluangID
No Result
View All Result

Tinggalkan Kemapanan di Belanda, Garap Sorgum di Pulau Adonara

Kotahujan News & Story by Kotahujan News & Story
15 Februari 2019
in Kota Hujan
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp
Ahmad Boro Tura, lelaki yang lahir dan besar di Jakarta dan pernah bekerja di Greenpeace Belanda selama 9 tahun yang memilih kembali menetap di desa Pledo kecamatan Witihama kabupaten Flores Timur dan menanam Sorgum. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia
  • Artikel Ebed De Rosary
  • Dataran di ujung timur Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) tampak hijau. Rumput ilalang terlihat tumbuh subur di tengah pepohonan Eucalyptus gebang (Corypha utan) yang tumbuh mengapit bebatuan.

    Lahan seluas sekitar 100 hektar ini letaknya persis di ujung selatan sisi timur Pulau Adonara. Pulau pasir putih Meko dan beberapa gugusan pulau kecil lainnya hanya berjarak sekitar 200 meter sebelah selatan lahan gersang ini.

    “Ini tanah ulayat dan tidak ada larangan untuk digarap kecuali menjadi hak milik. Lahan gersang ini awalnya ditumbuhi ilalang dan saya tebas menggunakan parang lalu bajak menggunakan traktor,” sebut Ahmad Boro Tura (42), saat bersua Mongabay Indonesia di kebunnya, belum lama ini.

    Baca juga : Kisah Konservasi Desa Birawan

    Pemuda asal Witihama Adonara yang lahir dan besar di Jakarta ini mengaku jatuh cinta pada pertanian dan kehidupan petani di desa sejak 1996. Saat liburan ke kampung halaman orang tuanya, dirinya sudah berkeinginan suatu saat akan kembali ke desa dan menjadi petani.

    Setalah tamat kuliah jurusan teknik mesin di UPN Veteran Jakarta dan bekerja selama 9 tahun di Greenpeace Belanda, Boro sapaannya memilih pulang ke desa Pledo Witihama. Dia pun mengajak anak muda lainnya menanam sorgum.

    “Dulunya lahan ini dipenuhi alang-alang. Saya potong menggunakan parang,mencungkil akarnya lalu dibakar lalu tanah saya cangkul. Awalnya gunakan traktor untuk lahan satu hektar namun untuk lahan yang luas kami tidak punya dana,” sebutnya.

    Boro pun mengajak Jevrianus Hermanto (26) yang lebih dahulu mengenal sorgum dari Maria Loretha. Keduanya lantas menanam sorgum di lahan seluas satu hektar. Panen perdana, sorgum jenis Kuali yang dihasilkan sebanyak 2,5 ton.

    Setelah ditebas usai panen, tanaman sorgum pun tumbuh kembali. Sengaja lahan ini dibiarkan dan tidak ditanam dengan bibit yang baru. Boro beralasan ingin melihat seberapa besar hasil produksinya saat panen kedua.

    Baca juga : Senjakala Tambak Garam Tradisional

    Selamatkan Pangan Lokal

    Kegigihan Boro menanam sorum tentu ada alasan. Pria murah senyum ini menjelaskan dulunya tanaman sorgum selalu ditanam petani di Flores Timur termasuk di Adonara. Lama kelamaan tanaman ini hilang seiring masuknya bibit hibrida baik padi maupun jagung. Petani pun dimanjakan dengan menggunakan pupuk kimia.

    Banyak padi yang ditanam mengunakan pestisida sehingga membuat manusia teracuni bahan kimia dan umur pun mulai berkurang. Boro berikrar saatnya menghidupkan benih-benih lokal yang sempat ditinggalkan petani.

    Sorgum hasil panen perdana dikonsumsi sendiri olehnya dan sisanya dibagi ke petani lain untuk ditanam dan dikonsumsi. “Awal panen saya tidak mendapatkan uang meski banyak yang meminta untuk membelinya bahkan untuk dijadikan makanan ternak. Saya katakan, nanti kalau semua orang sudah makan, baru dijadikan makanan ternak,” ucapnya.

    Untuk wilayah Witihama sendiri, Boro ingin agar bisa berdaulat pangan. Semua bahan makanan dari sorgum dan bisa dijual ke luar daerah.

    Jevrianus yang setia sejak awal menanam sorgum bersama Boro, juga ingin menyelamatkan pangan lokal dan potensinya pun bagus. Awalnya keduanya juga bingung mau mulai bekerja sehingga meminta bantuan orang tua dan Maria Loretha mengajarin.

    “Saya bersyukur, sekarang sudah banyak yang tanam sorgum. Banyak warga yang sembuh dari penyakit diabetes dan lainnya setelah mengkonsumsi sorgum,” tuturnya.

    Hendirkus Sabon Nama (41) juga mengaku tertarik ikut menanam sorgum setelah anaknya divonis kurang gizi. Dirinya memberi makan sorgum selama sebulan. Saat dicek kesehatannya, petugas kesehatan kaget sebab anaknya sudah sehat dan normal kembali.

    Baca juga : Kualitas Program Sosial Butuh Tim Independen

    Perluas Lahan

    Kini Boro dan Jevrianus tidak sendiri. Kelompok mereka, Pledo Saren saat ini terdiri atas 16 orang, 12 ibu-ibu dan 4 orang anak muda, bakal terus menanam sorgum pada lahan seluas 10 hektar.

    Lahan pun hanya dibersihkan dan dicangkul tanpa menggunakan mesin. Banyak tawaran bantuan dari anggota DPRD dan pemerintah daerah Flores Timur namun semuanya belum terealisasi.

    “Idealnya lahan seluas ini harus menggunakan teknologi tetapi saya tidak bisa menunggu dana harus mulai. Mimpi saya agar sorgum bisa dikembangkan sebab nilai gizinya lebih baik,” sebut Boro.

    Terdapat 5 jenis sorgum yang sedang dipersiapkan untuk ditanam yakni Kuali, Okin, Super 1, Numbu dan Waiotan. Boro ingin membuat gula dan pakan ternak dari batang sorgum.

    Balai besar Sereal Balitbang Kementerian Pertanian sudah datang melihat kebunnya. Dirinya pun diajak mengikuti pelatihan di Jakarta dan diberikan bantuan mesin perontok, penyoso, penepung, dan pemeras batang sorgum untuk membuat gula serta mesin untuk memasak gula.

    “Banyak masyarakat yang mengira saya ingin membuat perusahaan dan menjadi bos padahal saya tidak ada pikiran demikian. Kita bekerja sama-sama, cari solusi sama-sama untuk meraih kesejahteraan bersama,” tegasnya.

    Baca juga : Berebut Lahan di Hutan Larangan

    Di dataran Pledo selain kelompoknya Boro, kini hadir kelompok Linmas beranggotakan 4 orang Linmas dari desa Lamablawa. Sudah 2 minggu sorgum ditanam di lahan seluas 1,5 hektar.

    Philipus Paron Boro ayah Jevrianus mengaku kagum melihat semangat anak-anak muda. Dirinya pun membantu memberikan motivasi dan ikut menanam sorgum bersama anak muda ini.

    “Mereka tidak takut melihat kondisi alam yang gersang dan curah hujan yang juga tidak menentu saat ini. Saya salut, mereka mau bersusah payah dan ingin membuat perubahan,” ujar Philipus.

    Total luas lahan sorgum di Flores Timur sebanyak sekitar 200 hektar dimana 70 hektar berada di Desa Likotuden. Bila lahan di Pledo dikembangkan semua, otomatis lahan sorgum bertambah siginifikan.

    “Meskipun masyarakat mencibir namun saya tidak peduli. Masyarakat berpikir saya lahir besar di Jakarta, kuliah hingga sarjana dan bekerja di Belanda tapi kenapa kembali ke desa dan jadi petani,” tambah Boro yang ingin mengembalikan kejayaan sorgum di Pulau Adonara.

    [penulis adalah kontributor Mongabay Indonesia di Flores Timur]

    Artikel “Tinggalkan Kemapanan di Belanda, Garap Sorgum di Pulau Adonara” merupakan konten kolaborasi dengan Mongabay Indonesia. Konten serupa bisa dilihat di sini

    Kotahujan News & Story

    Kotahujan News & Story

    Related Posts

    63 Persen Kekerasan Berbasis Gender Terjadi di Tengah Pandemi

    by Kotahujan News & Story
    10 Februari 2021
    0

    Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay Penulis : Dony P. Herwanto Konsultan Isu Gender, Tunggal Pawestri mengatakan,...

    Ini Cara Kita Memuliakan Penyintas Bencana

    by Kotahujan News & Story
    23 Januari 2021
    0

    Sejumlah perempuan tengah memilah pakaian untuk penyintas bencana. Sumber Foto : Facebook Bayu Gawtama | Sekolah Relawan Penulis :...

    Saling Bantu untuk Gempa Majene

    by Kotahujan News & Story
    16 Januari 2021
    0

    Suasana di salah satu tenda pengungsiang di Majene. Foto : Bayu Gawtama / Sekolah Relawan Penulis : Dony P....

    Next Post
    Konser Salute, konser apresiasi karya untuk Melly Goeslow, Dewiq dan Dewi Lestari. Foto : IG @konsersalute

    Salute to… : Sebuah Konser Penggugah Nostalgia dan Keharuan Jiwa

    Gedung Joeang di Menteng, menjadi saksi sejarah. Sumber Foto: https://sportourism.id/tag/gedung-joang

    Strategi Disusun di Restoran Malabar

    Sebuah truk melintasi tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Suwung, yang terbesar di Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

    Pembakaran Sampah Jadi Listrik Kembali Dilakukan di Bali

    Discussion about this post

    Story Populer

    • Pembacaan Proklamasi kemerdekaan RI oleh Sukarno di Pegangsaan. Sumber foto: Wikipedia

      Proklamasi, Kenapa Pindah dari Ikada ke Pegangsaan?

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Coretan-coretan Sukarno pada Teks Proklamasi itu

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Telepon Nasution dan Sarwo Edhie Setelah Pranoto Dibebaskan

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • “Kami tak Ingin Lingkungan Ini Rusak,” kata Yanto

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Cara Orang Jawa Menikmati Hidup

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Banjir di Jantung Kalimantan

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Kami Mengukur Curah Hujan untuk Menanam

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    # # #
    SeluangID

    Kami ingin menyajikan berita melalui cerita. Mimpi sederhana kami: mengisahkan kebenaran - walau itu kecil - ke banyak orang. Karena Dunia Butuh Cerita.

    • Amatan & Opini
    • Art
    • Catatan Redaksi
    • Kota Hujan
    • Landscape
    • Obituari
    • Our Story
    • Review

    Follow Us

    We’d like to hear from you!

    Hubungi Kami di : [email protected]

    Ikramina Residence Blok E No 1 RT 004/007 Desa Bojong, Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat, 16310

    • About Seluang
    • Beranda
    • Pedoman Media Siber

    © 2021 Design by Seluang Institute

    • Landscape
    • Our Story
    • Art
    • Amatan & Opini
    No Result
    View All Result

    Welcome Back!

    Login to your account below

    Forgotten Password?

    Create New Account!

    Fill the forms below to register

    All fields are required. Log In

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In